Seperti Apa Etika Fotografer Dalam Memotret?

28 May 2013 21:00 16797 Hits 0 Comments Approved by Plimbi

Saat ini semua orang dapat membeli kamera DSLR yang dulunya khusus untuk kalangan professional, sayangnya perkembangan tersebut tidak dibarengi dengan pengetahuan etika fotografer dalam memotret.

Perkembangan dunia teknologi fotografi sudah sangat berkembang pesat, mungkin berbeda ceritanya apabila saat ini masih belum ada kamera digital. Saat ini semua orang dapat membeli kamera DSLR yang dulunya khusus untuk kalangan professional, sayangnya perkembangan tersebut tidak dibarengi dengan pengetahuan etika fotografer dalam memotret.

Banyak yang menganggap pentingkah pengetahuan etika fotografer dalam memotret? Tentu saja sangat penting. Ada sebuah insiden beberapa saat lalu yang membuat tercorengnya dunia fotografi, yakni pada saat perayaan hari raya Waisak pada tanggal 25 Mei 2013. Saat itu perayaan Waisak yang dipusatkan di Candi Borobudur sangat ramai oleh pengunjung dan ratusan fotografer siap dengan kameranya. Belum termasuk pengunjung lain yang juga membawa kamera meski hanya kamera saku. Mirisnya, saat para biksu sedang memanjatkan doa di bagian atas Candi, banyak sekali fotografer yang merangsek masuk dan ‘menjepretkan’ kamera mereka dengan beringas tanpa permisi dan membuat kegaduhan.

Meskipun cahaya sorotan dari lampu cukup terang, tetap saja para fotografer menyalakan flash mereka. Tentunya hal ini sangat mengganggu peribadatan umat Budha yang sedang berkonsentrasi dalam berdoa. Kegaduhan semakin menjadi ketika para fotografer berebut posisi untuk mendapatkan angle terbaik, bahkan ada yang sampai naik ke stupa dan mendekat hingga 2 meter kepada biksu. Tentunya hal ini sungguh terdengar miris, dan tidak akan terjadi bila rekan-rekan fotografer mengetahui tentang aturan dan etika dalam memotret.

Ada beberapa aturan dan etika fotografer dalam memotret agar bisa menjadi fotografer yang sopan santun, beretika dan tidak asal-asalan saat sedang berburu gambar. Berikut di antaranya:

Patuhi peraturan pengambilan gambar

Di beberapa tempat sering tertera keterangan “dilarang memotret”. Biasanya tulisan tersebut ada pada area publik seperti SPBU, Mall, Museum, hotel dan lain-lain. Larangan memotret yang diberlakukan biasanya berkaitan dengan kenyamanan orang lain, kemanan atau bahkan hak cipta. Jika Anda adalah seorang fotografer yang baik, seharusnya mematuhi aturan tersebut.

Perhatikan area saat akan menggunakan lampu flash

Anda pastinya tahu bagaimana ‘sambaran’ lampu flash kamera yang sangat silau. Di antara beberapa fotografer sering kali melanggar aturan penggunaan flash, terutama saat memotret di area publik. Orang yang merasa tidak nyaman akan sambaran flash bisa saja menegur Anda jika hal itu cukup mengganggu.

 

Baca juga :

                    Tips Fotografi: Cara Memotret Bunga dan Tanaman Agar Terlihat Alami

                    5 Kelebihan Huawei Nexus 6P dibandingkan Samsung Galaxy S7 dan S7 Edge

 

Meminta ijin saat akan memotret orang lain

Hal ini tentu sangat penting, jangan merasa seolah Anda datang dari kota pergi ke desa lalu dengan sesuka hati memotret orang di perkampungan yang sedang melakukan aktivitasnya. Sebelum itu, mintalah ijin terhadap orang yang akan Anda foto, karena mungkin saja orang tersebut tidak ingin diambil gambar. Selain itu, memotret orang asing berarti kita juga sudah memasuki area privacy mereka. Terangkan pada mereka untuk apa Anda memotret, apakah untuk dokumentasi pribadi, jurnalistik atau untuk tujuan komersil. Hal ini juga berlaku apabila Anda sedang berburu foto dijalanan atau populer disebut Street Photography.

Hormati foto model yang Anda potret

Hal ini khususnya pada foto model wanita, Anda harus bersikap sopan terhadapnya dan jangan terkesan memerintah apalagi membentaknya. Selain itu, menyentuh model wanita juga merupakan hal yang sangat tidak sopan di Indonesia dan bisa membuat model tersebut menjadi tidak nyaman. Intinya, jalin komunikasi dengan baik.

Memotret ‘disturbing picture’

Entah masuk dalam kategori apa jika Anda memotret orang yang sedang terluka parah setelah mengalami kecelakaan. Hal ini tidak akan mendapat pujian apapun dan mungkin Anda akan mendapat hujatan. Dalam hal ini jurnalis mempunyai kode etik sendiri dan tidak sembarangan mempublikasikannya. Jika memang harus dipublikasikan, biasanya bagian yang tidak lazim akan dibuat ‘blur’.

Berhenti memotret jika mengganggu

Hal ini berlaku setiap saat dan dimanapun Anda berada. Sebagai contoh kasus perayaan Waisak di atas, jika Anda sudah mendapat teguran karena mengganggu seharusnya Anda lekas menghentikan aktivitas memotret Anda. Atau akan lebih baik jika Anda sadar diri bahwa aktivitas memotret Anda menganggu. Tidak semua orang biasa difoto, bahkan lebih banyak orang yang merasa canggung bila difoto.

Hati-hati dengan eksploitasi

Di beberapa negara maju ada larangan untuk memotret anak-anak yang sedang bermain di area publik, hal ini dikhawatirkan akan menjadi eksploitasi. Mungkin di Indonesia masih tergolong bebas, namun bukan berarti Anda sesuka hati memotret anak-anak, apalagi yang belum dikenal. Selain itu beberapa orang juga menganggap bahwa memotret gelandangan di jalan merupakan sebuah eksploitasi.

Jangan memotret secara bergerombol

Mungkin dalam hal ini banyak diantara fotografer yang pro kontra, namun alangkah baiknya jika Anda menghindari hunting foto yang demikian. Sebagai contoh, 2 model dikeroyok oleh 15 fotografer terlihat seperti seekor Rusa yang sedang diincar Harimau. Lebih nyaman bila Anda memotret dengan rekan Anda hanya 2-3 orang saja.

Tags

About The Author

Plimbi Editor 999
Administrator

Plimbi Editor

Plimbi Chief Editor
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel