Negeri Pencitraan

25 Sep 2015 01:26 4733 Hits 1 Comments
Negeri pencitraan itulah negeriku

Negeri pencitraan” itulah julukan baru untuk negara yang baru merasakan 70 tahun kemerdekaan. Laku biasa “disulap” menjadi luar biasa. Jalan–jalan haram untuk “kebahagian” menjadi halalan toyyiban. Pencitraan dan pencitraan menjadi “buah bibir” kaum proletar untuk kaum borjuis yang selalu tersenyum di depan sorot kamera.

 

Menang tanpo ngasorake falsafah yang selalu disematkan pada pemimpin atau pun tokoh terkemuka. Mereka yang sedang menjalankan tugas “politik” selalu saja ingin semuanya terlaksana supaya menjadi kemenangan individu. Tak mau tahu musuh mereka siapa dan harus “tunduk” jika kekalahan menimpa lawan.
 
Mirip dengan dongen Negeri Kurcaci yang sering ku baca waktu umur 6 tahun. Raja Kurcaci selalu saja menindas kaum – kaum kurcaci yang berasal dari keterunan ekonomi kebawah. Jalan – jalan picik ketika pemilihan pemimpin desa ada propaganda yang bersifat sara. Selebaran bertuliskan “Kurcaci bau angus (miskin) dilarang menjadi pemangku desa”. Berbeda dengan calon yang dekat dengan raja, selebaran berupa foto-foto bakti sosial dengan warga sekitar ditempel di dinding rumah warga.
 

 

Rasanya tak rela menyamakan negeri ini dengan cerita yang sering dulu sering ku baca. Negeri kurcaci adalah country dream sedangkan aku hidup di country undream. Apakah aku harus menyamakannya dengan berat hati ? Atau diam diri tanpa ada gerakan untuk menghentikan  pencitraan ? Atau lari kehutan dan memendam rasa kegalauan tersebut ?
 

 

Keberatan hati tampaknya tak bisa meng-ia-kan sesuatu. Sudut pandang psikologis memandang sebuah keberatan tak pernah menghabiskan perkara. Memendam idealisme yang di adukan dengan realism yang tidak klo. Ibaratnya maksud hati dari semarang ingin pergi ke pulau raja ampat, malah hanya di antarkan sampai gilimanuk, Banyuwangi. Rasanya sudah malas sekali untuk melakukan sesuatu. Sama halnya dengan perkara di atas, negara yang benar – benar nyata tentunya tak mau disamakan dengan negeri dongeng. Meski diakui banyak persamaan yang terjadi dinegeri dongeng dengan realita negeriku.
 

 

Misalnya masalah pencitraan yang saya sampaikan di atas. Laku seorang menteri yang tak seperti biasanya menjadi bulan-bulanan media, tanggapan masyarakat yang beragam bisa saja menjadi jalan para provokatif untuk memperkeruh suasana. Pencitraan pun sering terjadi, kala para provokator mencoba merusak citra yang sedang dibangun oleh menteri tersebut.
 

 

Mengenai gerakan pencitraan itu tampaknya sangat dhohir. Beberapa kali kita melihat “satu” persfektif media, sehingga terjadi stoppable thingking untuk mencari popularitas yang tinggi daripada kinerja yang sudah  diperoleh. Virus dari negeri kurcaci sudah mewabah sampai negeri ku. Negeri yang amat subur makmur gemah ripah loh jinawai.

 

 
Semoga negeri ku aman sentosa, meski “pencitraan” berceceran dimana – mana
Tags opini

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel