Wanita, Manusia yang Paling Dekat dengan Api

26 May 2016 20:26 3313 Hits 2 Comments

Para wanitalah yang pandai memainkan api, hingga karena merekalah kehidupan manusia terus menyala, terus berlanjut, dan tak pernah padam sudah sejak ribuan tahun lalu.

Andai para wanita tak pandai memainkan api, apa jadinya kehidupan ini?

 

Sepanjang sejarah, api bergerak melintasi setiap zaman. Mulai dari zaman paling purba hingga zaman paling mutakhir di masa kini. Bahkan juga di masa yang akan datang. Api tak terpisahkan dengan manusia sebagaimana juga air, udara, tanah. Api masuk ke ceruk-ceruk terdalam kehidupan setiap orang. Entah sebagai penerang kegelapan di waktu malam, untuk memasak makanan, menempa benda-benda, dan ada kalanya api membakar manusia itu sendiri.

Karena api, berjuta-juta manusia musnah dan karena api peradaban manusia berakhir menjadi abu. Kerajaan Troya berakhir dilahap api, Kota Pompeii musnah sebab semburan api, dan gudang ilmu pengetahuan Bait al-Hikmah di Baghdad lenyap dilumat api. Sudah pasti, banyak kisah-kisah kelam sepanjang sejarah manusia yang berkait-erat dengan api. Dan, sepanjang sejarah negara kita, sudah berapa banyak kerajaan, kasultanan, keraton, gedung, tempat ibadah, hutan belantara, dan pemukiman penduduk berikut penghuninya yang dilahap api? Api itu sendiri selalu menjadi saksi yang bisu pada setiap sejarah (kekelaman) bangsa kita. Juga bangsa di seluruh muka bumi.

Apakah api yang menjadi biang kerok dari semua kekelaman itu? Tentu saja tidak. Api tetaplah api dan manusialah yang menentukan hendak dibawa ke mana api itu. Di tangan manusia, api serupa pisau bermata dua: bisa menjadi neraka dan bisa menjadi surga. Api menjadi neraka bagi manusia yang diliputi amarah dan kebencian. Api menjadi surga bagi manusia yang menghendaki kebaikan dan cinta-kasih antar sesama.

Beriringan dengan kekelaman sekian sejarah api, kegemilangan demi kegemilangan sejarah manusia dan peradabannya juga terlahir dari kobaran api. Intan-berlian, emas-permata, bangunan-bangunan eksotis, jalan raya, dan semua hal menentukan di dunia ini tak terlepas dari peran api, baik langsung atau tidak langsung. Para pujangga, seniman, dan sastrawan melahirkan karya-karyanya dengan bertemankan sang api. Kitab-kitab suci, risalah-risalah penting di masa lalu, dan ilmu pengetahuan ditulis di hadapan nyala api. Dan karena api, ras manusia hingga kini masih bertahan dan populasinya semakin membeludak dari waktu ke waktu.

Di negara kita, para pejuang kemerdekaan melingkari api yang secara khusus membicarakan tanah-air yang terjajah dan mengatur strategi agar tanah-air ini dapat direbut kembali dari tangan penjajah. Kini, jerih-payah mereka yang pada suatu masa melingkari api, tengah kita nikmati berupa kemerdekaan. Tak ketinggalan, sudah pasti di saat masa-masa perjuangan itu para wanita pejuang menyorongkan kayu bakar pada api untuk menghidupi sesama pejuang, di samping beberapa di antara mereka juga memanggul senjata ikut mengusir penjajah. Semangat perjuangan mereka tak ubahnya api yang senantiasa berkobar-kobar.

Pada titik itu, tak diragukan lagi, para wanita (yang memasak untuk para pejuang dalam konteks sejarah kemerdekaan negara ini) adalah manusia yang paling dekat dengan api. Dan hingga kini, para wanitalah yang paling dekat dengan nyala api.

Kenapa para wanita? Mari kita uraikan.

 

Wanita, Api, dan Cinta yang Selalu Menyala

Lazimnya di negara ini, para wanita, khususnya ibu rumah tangga, adalah juru kunci hidangan keluarga. Lebih khusus, keluarga yang tidak menggunakan jasa pembantu di rumahnya (pembantu yang memasak juga wanita bukan?). Lebih khusus lagi, para wanita ibu rumah tangga di pedesaan-pedesaan. Merekalah yang di setiap pagi-pagi buta bangun tidur dan berkubang di depan tungku dapur agar roda kehidupan keluarga berputar dengan baik.

Paling tidak tiga kali dalam sehari-semalam, wanita-wanita ini menghabiskan waktunya tak jauh-jauh dari tungku minimal satu jam, bahkan lebih. Karena itulah, mereka paling dekat dengan api dalam waktu yang tak sebentar. Jika dibandingkan dengan laki-laki yang merokok, laki-laki masih tertinggal jauh dari wanita dalam urusan dekat dengan api. Laki-laki dekat dengan api paling hanya lima detik—itu pun sudah terlalu lama—ketika mereka menyalakan rokok. Selebihnya, mereka hanya dekat dengan bara api (bukan nyala apinya).

Sedangkan para wanita, terutama yang memasak menggunakan tungku, nyaris sepanjang memasak mereka dekat dengan api. Terhitung sejak memulai menyalakan kayu bakar (yang kadangkala tak langsung menyala dalam satu pantikan korek api), pada saat memasak berlangsung (mereka sesekali harus memasukkan atau mengeluarkan kayu bakar agar kobaran api sesuai yang dibutuhkan), hingga kemudian mereka memadamkan api tungku setelah selesai memasak (ngomong-ngomong, agar Plimbers tidak tersesat membaca tulisan ini disarankan untuk membaca ulasan Satu Tungku Dua Belas Payudara. Bagi yang belum membaca pastinya, he-he).

Aktivitas memasak yang menjadikan para wanita dekat dengan api itu, berlangsung selama mereka hidup dan setiap hari selalu dilakukan tanpa kenal lelah. Entah di pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari, bahkan di tengah malam yang larut. Di sisi ini, mereka dengan sepenuh hati menyalakan api tungku, menyiapkan masakan, dan memanggil keluarganya untuk menyantap apa yang mereka hidangkan setelah masakan siap.

Lebih dari itu, para wanita yang mendedikasikan diri dekat dengan api, di saat yang sama mereka sebenarnya telah memanjangkan cinta sejati nan tulus yang akan terus menyala bagi keluarga mereka (tidak sebagaimana api tungku yang pada saatnya akan padam atau dipadamkan, hi-hi). Dengan dekat pada api, mereka para wanita ibu rumah tangga menjaga roda kehidupan keluarga agar terus berputar. Dengannya, hidup keluarga diperhatikan, hidup keluarga didendangkan, dan hidup keluarga dimuliakan.

Dengan demikian, tak diragukan lagi, para wanitalah yang pandai memainkan api, hingga karena merekalah kehidupan manusia terus menyala, terus berlanjut, dan tak pernah padam sudah sejak ribuan tahun lalu. Andai mereka tak pandai memainkan api, apa jadinya kehidupan ini?

 

Pajagungan, 26 Mei 2016

 

*Catatan: wanita di foto bukanlah seorang model Hollywood yang secara khusus dikontrak untuk action di depan tungku. Bukan. Sekali-kali bukan aktris Hollywood. Wanita ini tak lain adalah salah satu dari jutaan para pelaku yang sehari-harinya dekat dengan api. Yakni, Ibu saya, ha-ha.

Tags

About The Author

RACHEM McADAMS 26
Novice

RACHEM McADAMS

penyuka prosa & kucing | sesekali menulis cerpen & novelette
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel