Konvoi "Dedek-dedek" & Ijab Sah

8 May 2016 10:57 3537 Hits 0 Comments
“Segera di edit mas. Mau cepet dapat ijazah, kan ? Terus Ijab Sah”.

Kaum moralis  di berbagai sudut kota muncul kepermukaan. Note dan wadah status media sosial di isi dengan nasehat, kritis, saran serta pandangan visioner terhadap dedek yang sedang berpesta ria. Merayakan kelulusan di jalanan dengan konvoi menggunakan kendaraan bermotor lengkap dengan seragam berlumuran pilok. Tidak penting “lulus” atau “tidak lulus”. Keliling kota bersama teman-teman hukumnya fardhu ‘ain.

Muncul meme bertuliskan “SEKARANG SENENG CORAT-CORET, BELUM PERNAH MERASAKAN SKRIPSI DI CORET DOSEN PEMBIMBING”. Nasehat begitu mak jleb bagi saya pribadi. sekedar curhat satu paragraf. Kalau skripsweet (nama beken skripsi) yang disusun selama 3 bulan 3 hari 3 jam. Tiba-tiba berubah menjadi lembar-lembar yang dihiasi spidol hitam. Dari ujung kanan atas kertas hingga kiri bawah melajur garis yang membentuk silang. Note dosen pembimbing seperti tulisan resep dokter. Tidak lupa kertas kecil digunakan sebagai kesimpulan dari segala ultimatum pembimbing. Pertemuan itu diakhiri dengan ucapan “Segera di edit mas. Mau cepet dapat ijazah, kan ? Terus Ijab Sah”.  Meninggalkan ruang tersebut sambil batin “Boro-boro Ijab Sah. Calon Pacar aja susah carinya”.

Sedikit keluh kesah pribadi mengenai perjalanan mengerjakan skripsweet yang kena “corat-coret” dosen pembimbing. Meskipun waktu lulusan, tidak ikut “corat-coret” kenapa skripsweet yang ku buat di corat coret pembimbing ?. Husnuzhan saja, kalau adik-adik yang budiman sekarang “corat-coret, siapa tahu skripsweet-nya tanpa “corat-coret” pembimbing. Aminn !

Kegembiraan yang diluapkan oleh dedek berupa konvoi bersama. Keliling kota untuk merayakan kemenangan bersama bernama lulus ujian nasional. Disini dedek mencontohkan kepada hal layak luas mengenai kesetaraan. Persoalan paket apa yang di dapat oleh masing-masing individu saat ujian berlangsung, ujain manual atau online, kunci jawaban mikir ataupun bocoran, berasal dari negeri atau luar negeri. Itu semua melebur menjadi satu dalam harmoni pesta kelulusan. Sebaiknya neo-moralis-moralis yang budiman beserta jajaran kepolisian serta tentara. Memanfaatkan satu moment ini dengan bingkai yang lebih visioner. Misalnya, konvoi bareng anggota DPR/MPR/DPD setiap dapil ditemani dengan DPRD tk. I dan tk.II. Betapa mulianya tuan-tuan rakyat membaur dengan dedek agar lebih termotivasi menjadi wakil rakyat. Dedek tidak akan sampai memikirkan “DPR” ini koruptor/penyuap/pengemplang pajak/penyiksa pembantu. Wong, mereka sedang mengajarkan kepada kita soalan kesetaraan .

Tentu “konvoi” yang mereka lakukan sudah mendarah daging sejak jaman enek hingga enaks. Menyatu dengan urat nadi, masuk ke dalam program kerja setiap tahunan para lulusan terbaik maupun terbanyak. Pernyataan sinis seperti, belum tahu rasanya dicorat-coret oleh dosen pembimbing. Justru membuat pertanyaan lanjutan seperti ini. “Lha, saya nda mau kuliah ?”. Anda tentu bakal mak deg, kalau di kata-kata-in sama dedek konvoi begitu.  Padahal status anda sebagai mahasiswa yang berlandaskan tri darma perguruan tinggi salah satu fungsinya agent social of ceng !.

Saya membayangkan, sekolah tidak hanya melarang “buta” muridnya untuk konvoi di jalanan.  Melaikan usaha untuk mengalihkan keahlian mereka berupa “corat-coret” baju ke tembok-tembok sekolah yang luasnya beribu-ribu meter. Seragam yang sering dijadikan bahan pelampiasan tangan yang memegang pilok. Akan lebih baik, jika para kaum dhuafa harta, tahta, maupun wanita (alias :jomblo) mengikuti “konvoi”. Dimana baju sekolah mereka disumbangkan dengan sukarela tanpa paksaan dan tekanan dari pihak manapun. Jikalau di kemudian hari terdapat gugatan tertulis dan tak tertulis. Secara hukum, otomtis gugur karena menjalankan amanat dedek konvoi.

“Konvoi” yang dilakukan oleh dedek sering mengganggu pengguna jalan. Seharusnya dikonteks kan dengan kekinian dan kedisinian.  Dimana dedek bukan lagi besar nafsu mengenai gebar-geber knalpot motor yang paling keras dianggap paling josh dewek. Ada baiknya atraksi-atraksi tersebut dilakukan di sebuah tempat terbuka. Acara “konvoi” dari berbagai daerah di jadikan “hotspot” sehingga para penikmat “konvoi” dedek bakal terhibur. Selain itu secara ekonomis, bakal datang sponsor-sponsor sekelas Honda, Yamaha, Kawasaki, hingg Mercedes tergoda oleh pagelaran setiap tahunya.  Dedek konvoi senang, pengguna jalan aman. Gimana ?. Konsep kedisinian¸ mengedepankan pendekatan sosial dan budaya dedek bertempat tinggal. Kelulusan tahun ini bertepatan dengan khataman memperingati Isra’ Mi’raj.  Dedek bisa bergambung dengan peserta khataman sekedar sebagai rewo-rewo. Karena pawai tersebut sudah berijin muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan) setempat. Jadi tidak bakal ada kameramen televisi, yang men-shoot dedek sedang dikejar-kejar polisi karena melanggar lalu lintas terus ngeles dar hadangan polisi.

Kalau dedek mau ikut seperti anak-anak SMA 3 Yogyakarta. Anak-anak kelas 3 merayakan kelulusan dengan cara memberikan bantuan kepada bapak/ibu yang berusia lansia. Dimana mereka hidup di bawah standar kehidupan layak. Semua acara yang dedek lakukan pada dasarnya baik, jika dilakukan sesuai kadar dan kapasitas yang tidak berlebihan. Sehingga mengundang empati bukan malah anti-pati.

Relevansi konvoi

Dedek konvoi tentu sudah paham persoalan hati masing-masing. Setelah kelulusan tingkat SMA sederajat tentu hanya 0,01% yang melakukan ijab sah. Dedek tentu mengingkan masa depan yang lebih cerah sehinggg dapat mencerahkan generasi selanjutnya. Mimpi untuk meraih pekerjaan & pendidikan di depan mata. Euphoria “konvoi” bagian dari selayang pandang dunia putih abu-abu. Dimana membutuhkan eksistensi kelabilan individu seorang remaja. Psikologis terkadang plin plan, justru bagian dari proses guna menjadi eksekutor disetiap keputusan dan berani mengambil resiko.

Meski seluruh siswa mulai menolak “konvoi” akibat indoktrinasi yang negatif. Berbagai pihak terkait “konvoi” mestinya ikut berpartipasi aktif. Maksudnya tidak hanya menyelesaikan melalui surat edaran kepala sekolah dan memanggil kepolisian sektor setempat untuk menyelesaikan kenakalan anak-anak. Menuntun untuk memindahkan kreativitas anak-anak muda menuju bidang-bidang yang membuat euforia kelulusan tidak kalah menari dengan konvoi.

Tampak serius sekali permasalahan “konvoi” & “kondisi bangsa” yang tiap hari dilanda isu-isu hangat untuk digoreng kembali. Dedek akan maju kalau kita bersama melakukan peningkatan ruang kreativitas siswa-siwa. Melalui media apapun untuk mengalihkan arus utama yang sudah tidak sesuai dengan konteks kekinian dan kedisinian.

“Dek, kamu mau konvoi ya ?”

“Ya, bang”

“Nanti malam abang konvoi ke rumah mu ya ?”

“Mau apa bang ?”

“Mau nge-lamar kamu. Kan ijazah udah keluar tinggal ijab-sah yang belum kelar”

 

Bayang-bayang konvoi sama ke rumah jodoh tidak lekang meski riuhnya konvoi dedek.

Tags Opini

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel