Penyalahgunaan Antibiotik di Kalangan Medis

27 Sep 2024 08:56 254 Hits 0 Comments Approved by Plimbi
Kesalahan penggunaan antibiotik di kalangan medis bisa saja lebih fatal akibatnya daripada di kalangan masyarakat umum.

Penyalahgunaan antibiotik tak hanya dilakukan oleh masyarakat awam, para dokter pun sering melakukannya. Mereka, kalangan yang digeneralisir masyarakat seolah pasti pandai, tak hanya sering salah dalam memberikan antibiotik tetapi sering melakukan body shaming juga. Meskipun sering dipandang pasti ahli, pandai, atau berilmu mumpuni, nyatanya ada juga dokter yang biasa saja atau bahkan tidak pandai, sedangkan yang pandai pun juga bukanlah sosok yang tak pernah salah atau tak memiliki kekurangan.

 

Ketika seseorang sakit dan mendatangi dokter, maka ia adalah pasien. Di sana seringkali para dokter memperlakukan orang tersebut secara vertikal, seperti antara guru kepada murid TK-nya, dianggap sangat bodoh dan kecil darinya. Perlakuan kurang sopan ini terkadang masih ditambah dengan kelakuan mereka yang arogan. Tak hanya merasa sok tahu dan tak perlu mendengarkan pasien, terkadang mereka juga menghina pasien, dokter-dokter lain, atau mahasiswa kedokteran yang dibawahinya maupun yang tidak dibawahinya.

 

Jika para orang gemuk, obesitas, atau overweight sering merasa menjadi orang termalang sedunia, mungkin mereka belum tahu kalau orang-orang kurus pun bernasib serupa. Namun, entah mengapa body shaming diberitakan seolah-olah menimpa mereka yang gemuk saja. Mirisnya, body shaming, baik tentang berat badan atau kondisi fisik lainnya, juga sering dilakukan oleh para dokter di Indonesia.

 

Ketika kita sakit dan tak kunjung sembuh kita mungkin akhirnya mendatangi beberapa dokter. Bayangkan jika ternyata dokter-dokter tadi semua meresepkan antibiotik padahal salah semua. Kalau kita pasien yang dianggap salah dalam meminum antibiotik, para dokter itu akan dengan mudahnya membodoh-bodohkan kita. Bagaimana jika ternyata mereka yang salah? Misal pergi ke tiga dokter dan semua salah diagnosa dan semua memberi antibiotik (termasuk yang keras atau berspektrum luas), seperti apa resistensi antibiotik yang akan diterima? Sudah dokter-dokter itu salah, body shaming pula.

 

Orang awam mungkin memang tak mendalami ilmu kedokteran atau tak sedalam mereka belajarnya, tetapi jangan menjadikan mereka sepenuhnya sebagai kambing hitam dalam kesalahan penggunaan antibiotik. Bagaimana jika itu ulah para dokter sendiri, oknum-oknum yang terlalu sombong untuk mengakui kekurangan dan kelemahan dirinya dan terlalu sombong untuk mendengarkan pasien-pasiennya. Oknum-oknum yang mengaku ahli dan berilmu tinggi, yang seharusnya sudah tahu arti dari sebuah konsekuensi.

 

Salah dalam menggunakan antibiotik, misalnya karena terlalu sering mengkonsumsi antibiotik, bisa sangat berbahaya. Ia dapat menyebabkan resistensi, yaitu suatu kondisi saat penyakit menjadi kebal terhadap obat, sehingga menyebabkan pengobatan menjadi lebih lama dan lebih sulit dilakukan. Akibatnya tampak seperti yang termuat di dalam IG Hellosehat, sebuah penelitian yang terbit pada Januari 2022 melaporkan, infeksi yang resisten antibiotik telah mengakibatkan 1,27 juta kematian.

 

Di mana-mana telah banyak disosialisasikan agar kita bijak menggunakan antibiotik, tetapi itu lebih ditujukan untuk masyarakat awam saja. Cara-cara tersebut yaitu dilakukan dengan menggunakan antibiotik hanya dengan resep dokter; tidak menggunakan antibiotik berdasarkan resep sebelumnya; meminum antibiotik sesuai dosis yang diresepkan dokter atau sampai habis meskipun gejala sudah hilang; meminum antibiotik tanpa putus; meminum antibiotik sesuai jadwal dan jika terlewat waktu minum antibiotik, segera minum antibiotik kecuali 1-2 jam sebelum jadwal minum berikutnya; menjaga kebersihan dan rajin mencuci tangan; tidak perlu memberi antibiotik jika penyakitnya hanya demam, batuk, dan pilek; serta jika sakit lebih dari 3 hari segera hubungi dokter.

 

Jika Anda pernah membaca buku Switch, Anda mungkin ingat di dalamnya terdapat contoh kasus dari kesalahan dokter atau tenaga medis. Kesalahan sepele tetapi berakibat fatal. Di dalam buku Switch disebutkan, daftar periksa dari The Holy Grail telah dilaporkan oleh Atul Gawande di The New Yorker. Pasien di ICU seringkali dipasangi infus untuk memberikan obat. Jika saluran tersebut terinfeksi, komplikasi kesehatan yang buruk dapat terjadi. Dr. Peter Pronovost dari John Hopkins kemudian menyusun daftar periksa yang terdiri dari lima bagian, di antaranya adalah dokter harus mencuci tangan sebelum memasang selang dan kulit pasien harus dibersihkan dengan antiseptik pada titik pemasangan. Ketika daftar periksa ini dipraktikkan oleh ICU Michigan selama delapan belas bulan, daftar ini hampir menghilangkan seluruh kasus infeksi saluran kemih di sana serta menghemat sekitar $175 juta bagi rumah sakit karena tidak lagi harus menangani komplikasi terkait. Selain itu, tindakan ini juga menyelamatkan sekitar seribu lima ratus nyawa.

 

Serupa dengan itu, pada kesalahan penggunaan antibiotik pun demikian, bisa bersumber dari para dokter itu sendiri, sehingga introspeksi diri dan sosialisasi terhadap mereka juga diperlukan.

 

Jika masyarakat umum yang salah maka wajar karena memang bukan ahlinya, meski juga tidak untuk bahan olok-olokan mereka. Sebaliknya, jika mereka yang salah, bagaimana mereka akan mempertanggungjawabkannya, terutama setelah perlakuan buruk terhadap pasien yang sedemikian rupa.

 

Gambar: ilustrasi antibiotik

Sumber gambar: Pixabay

Tags

About The Author

Dini Nuris Nuraini 40
Ordinary

Dini Nuris Nuraini

penulis, blogger
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel