Ujian Nasional dan Mantan

2 Feb 2016 14:37 2892 Hits 6 Comments
UN hambar tanpa adanya Mantan

Terbesit sejenak mengingat tiga tahun lalu di bulan februari. Masa-masa putih abu-abu yang tidak pernah jelas orientasi hidup, ideologi hidup, hingga pasangan hidup. Ketiga itu hanyalah  sebuah semboyan oral semata yang selalu digaung-gaungkan kakak senior di kampus. Di Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) yang ada hanya gurauan, candaan, pacaran (bagi yang beruntung). Sesekali serius sejenak demi memperoleh nilai bagus di ujian tengah semester serta ujian menjemput liburan semester.

Ragam anaknya macam-macam, ada yang hobi foya-foya hingga tidak sanggup bayar biaya. Belajarnya rajin seperti insinyur hingga yang sering tidur. Culun iya, gaul belum kesampean. Kalau sedang sok  gaul dompet tidak menjangkau, kalau sok culun itu sifat natural anak-anak SLTA.  Mereka yang  mencoba ditengah-tegah karena tampang dan isi dompet juga setengah-setengah.

Di bulan Februari. Masihkah gurauan, candaan, dan keseriusan yang kadang-kadang itu terpancar dari anak-anak SLTA ? Ya, terkecuali orang-orang yag sedang di uji di kawah candradimuka karena kedatangan tamu seperti UN (dulu) sekarang kalau tidak salah ujian nasional berbasis kejujuran/kebohongan pilih yang paling cocok (UN-BK). Terobosan baru dari menteri muda macam Pak Anis Baswedan, luar biasa Mantan Rektor termuda Universitas Paramadina. Kalau lewat Jalan Revolusi No. 31, Karangnyar-Kebumen Jawa Tengah. Mampir sebentar di sekolah “anak-anak” pemimpi.  Letaknya tepat depan rumah makan lestari  atau timur Noviasat Msc. Mampir ya Pak, anak-anak butuh kedatangan orang hebat seperi bapak, bukan hanya menunggu presiden lewat terus lalu begitu saja. Itung-itung pelaksanaan program revolusi mental, Pak Anis.

Selaku jomblo yang sedang selingkuh dengan Mba Skripsweet.  Bukan kenangan indah ketika dulu akan menghadapi UN.  Belajar sampai jungkir balik, rumus-rumus yang tak pernah didapatkan harus dipelajari, yang paling nyeni adalah belajar mengisi lembar jawab UN. Sejak uji coba awal selalu bolong, karena terlalu bergairah jika urusan dengan sesuatu yang bulat.

Menjelang persiapan UN ada perhatian ekstra dari pihak sekolahan. Pertama, Soal administrasi, kemampuan otak, serta soal hati.  Ngeri djan, soal administasi tentu bukan perkara gampang.  Ini berkaitan dengan siklus penunjang sekolahan.  Butuh “administrasi” yang lebih dari harta anak-anak SLTA. Untuk urusan ini memang tidak begitu dihiraukan, karena itu sudah banyak yang mengurursi. Yang terpenting tidak korupsi, katanya.  

Kedua, mengenai kemampuan otak.  Sifat dasar  beberapa anak-anak SLTA yang memandang sesuatu itu sebagai candaan dan gurauan.  Kemudian di ajak berpikir seperti Einsten untuk memahami rumus-rumus, trik-trik, serta tips sukses UN dalam buku.  Ini seperti keluar dari ketiak yang sangat anget serta menggoda penghuninya. Tiba-tiba harus keluar dari zona nyaman. Fisik yang belum terbiasa, tiba-tiba drop ditengah jalan. Ketika pepatah mengatakan semakin tinggi pohon, semakin kencang pula pohon yang menerpa. Imbasnya mereka yang “selalu” mencoba menaiki pohon step by step meskipun diterpa angin di pucuk pohon tidak kagetan. Lha, kalau mereka yang biasa bersandar di pohon kemudian jarang berlatih naik pohon disuruh naik hingga pucuk. Apalagi ke atasnnya dipaksa  mirisnya lagi di atas harus masuk angin.  Lupa tidak bawa obat antiangin Juragan.

Ketiga, soal hati. Gedubrak, terkadang sedih. Senang. Terharu. Membicarakan perkara ini. Banyak kenangan dengan wanita yang tidak sampai belaian. Hanya sampai bayangan  kemudia di embat sama kucing garong. Kemudian ada yang teriak “Bangung, Mblo. Sudah Siang ?” menyiramkan air  ke sekujur tubuh.  Seketika kasur menjadi genangan air. Peristiwa tersebut hanya menyisakan harga diri  yang belum basah kuyup akibat ditinggal mantan karena mau UN.

Kalau boleh dibilang masa-masa UN itu krisis hati.  Sudah administrasi belum terselesaikan, kemampuan otak yang minim, ditambah ditinggal pacar  yang mau juga UN. Kapasitasnya sebagai tutor hati sekaligus tutor persiapan UN.  Ngenes tentunya. Lha, kenangan belajar bersama di malam minggu via handphone menjadi kosong. Koreksi hasil TUC di warunng depan sekolah harus kandas di tengah jalan, makan bareng sambil latihan soal ujian nasional hanyalah angan-angan. Semprul, urusan se-privat itu bisa kandas karena yang namanya UN. Kalau saja Si Mantan kuliah, dia sibuk skripsi sembari pendampingan menuju pelaminan. Sehingga UN menjadi titik kegelapan setelah ada upaya pencatutan daftar siswa yang berpasangan. Menjadi jomblo dadakan.  

Si Pacar ( sebutan sebelum putus) tidak lebih adalah tutor hati sekaligus tutor mata pelajaran UN.  Otak yang pas-pasan, ekonomi proletariat, serta kemampuan daya beli yang rendah.  Menyebabkan saya harus putar otak untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan pengorbanan yang minimal. Kapitalis memang, tetapi seribu jalan menuju UN. Alibi ini harus dipakai, selama itu tidak “beli kertas” bagi saya halal.  Status Si Pacar sebagai talenta  berbakat sekaligus ilmuwan terkenal disekolahannya.  Track Record mengenai kuis, ulangan harian, tengah semester, hinggga ulangan akhir  tidak bisa dipandang sebelah mata. Pertemuan demi pertemuan semasa kelas tiga awal semakin intens.  Soal latihan terus diberikan demi mengocok otak yang tidak pernah panas dan jarang dipakai berpikir.  Tiada hari tanpa pertanyaan soal UN. SMS yang biasanya membutuhkan balasan hanya 3-5 menit, tapi untuk dengan SI Pacar harus membuka kamus, buku, serta daftar rumus yang sudah di ajarkan. Terlalu kaku dalam menjalani romantisme ala anak muda.  Bahkan jauh dari romantisme yang ditampilkan di film Putih Abu-abu.

Ketika Si Pacar memutuskan untuk mengakhiri menjadi tutor hati sekaligus tutor persiapan UN.  Sepertinya aku langsung dirudung duka mendalam.  Awal tahun 2014 serta menatap UN menjadi duka yang mendalam. Bumi gonjang-ganjing, hujan bercampur panas, jalanan sudah tak begitu lurus, niat menghadapi UN goyah.  

Rasa penasaran sebab musabab musibah “putus” itu menghampiriku.  Dugaan awal adanya murid baru yang sudah mengantri sejak saya menjadi ditutori Si Mantan (sebutan eks tutor). Kenangan bersama Si Mantan masih  mengenai vitamin-vitamin berupa soal-soal, serta motivasi yang dibalut dengan kasih sayang, serta nonton bareng MU vs City menjadi anti klimaks dalam hubungan saya. Jelas “saya” garda terdepan pendukung keras City sementara Si Mantan Manchuniaan yang lemah lembut. Ketika agama diluar sana menjadi masalah, bagi kami lebih baik nonton bareng MU Vs City. Meski berbeda pilihan, tetap menjadi tutor adalah kebahagiaan.

Usut punya usut.  Si Mantan mengakhiri tutor hati sekaligus persiapan UN karena merebaknya jomblo dadakan di sekolahannya. Lha, banyak kabar burung ada motivator-motivator yang ulung sekaligus dibayar negara. Berkata “Menjadi tutor hatinya jangan terlalu sering, focus dengan UN,”. Jebred, gimana tidak terdoktrinasi secara menyeluruh coba ? Jomblo dadakan hanyalah menambah daftar tuna asmara meningkat secara formalitas. Esensinya tidak, mereka hanya “tertekan” oleh makhluk bernama UN. Si Mantan tiba-tiba pindah haluan tanpa ada kabar sms mau telepon.  Si Mantan menjadi satu dari seribu siswa yang mendadak jomblo. Si Mantan lupa, kalau soal latihannya selalu ditinggal ditempaku. Kalaupun dia butuh pasti akan kembali. Kalaupun tidak, Si Mantan tetaplah jomblo dadakan yang labilan diterpa makhluk bernama UN.

Bintang-bintang berkumpul dilangit sembari menari bersama lainnya.  Jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah tiga malam. Di depan laptop masih ditemani sebungkus rokok dan segelas kopi untuk meraih mimpi menjadi S.H.I. Walau harus berjibaku dengan skripsweet, pecayalah itu hanya jalan untuk lebih mulya. Mblo.

 

Salam pelem

 

 

Tags Ulasan

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel