Pengusaha dan Dangdut Dalam Pilkada

23 Sep 2015 11:30 2229 Hits 0 Comments
Pengusaha dan Dangdut punya peran tersendiri dalam Pilkada.

Pemilihan Kepala  Daerah Langsung (PILKADA) tahun 2015 serentak cukup menaruh ribuan pasang mata dan kuping menanti kabar audio maupun visual. Kabar soal calon yang melanggar aturan kampanye, calon yang kelabakan cari lawan, sampai calon yang kere dimata partai karena gak bisa bayar mahar. Ada-ada saja tingkah laku para calon pemangku jabatan daerah kabupaten dan kota ini.  Ditertawakan tak pantas, tapi kalau tak tertawa kami (rakyat) yang tak waras. Serba salah deh kalau rakyat kecil mau jadi calon pemangku jabatan sekaliber bupati atau walikota.

Suhu politik di tahun 2015 sedang pemanasan menuju akhir tahun. Mulai dari persiapan para penyelenggara (KPU) sampai tim sukses yang sibuk mengumpulkan KTP di posko pemenangan calon. Kerja ikhlas bukan saatnya yang tepat bagi “pengangguran”. Perlu kalian ingat wahai para petugas posko pemenangan, calon pemangku jabatan yang tahun ini mengikuti pemilihan umum memiliki segudang uang. “DP Politik” yang sudah disepakati melalui perjanjian bla-bla supaya memuluskan jalan menuju orang nomor satu di daerah.  Mereka punya uang banyak, jangan sampai saya mendengar jikalau berita di media sosial atau cetak “Petugas Posko Pemenangan Partai X Mati Kelaparan”. Bisa-bisa jadi trending topic di twitter mengalahkan #DolarturunJokowiturun. Pokoknya jangan sampai itu terjadi.

PILKADAL serentak ini memang cukup berimbas kepada para pemilik modal dan pengusaha digital printing. Beberapa pengusaha yang akan di untungkan

  1. Pengusaha rental Sound System

Pengusaha yang proses pengerjaanya lekat dengan kabel berwarna merah dan hitam. Cukup menguntungkan ketika pengusaha ini memiliki kenalan calon-calon yang akan mengikuti PILKADA.  Pentingnya, ketika orasi di depan publik. Agar semua rakyat jelata mengetahui visi dan misi pencalonannya. Padahal visi dan misi sebagai pemanis belaka. Bayangkan saja pengusaha sound system mogok serentak karena visi dan misi itu gak pernah direalisasikan. Memang mau, calon-calon yang terhormat ini mbaor-mbaor (bicara keras-keras) sampai suara serak dan keringetan kaya koordinator lapangan aktivis mahasiswa yang sedang demo. Pasti mikir beribu-ribu kali ketika mbaor-mbaor itu menjadi pilihan untuk orasi di depan “rakyat gak jelas” mengutip komentar mantan menteri politik hukum dan keamanan, Tedy Edjo.

  1. Pengusaha percetakan, sablon, dkk

Lumayan lho kawan-kawan yang ingin merambah bisnis ini. Misalnya : salah satu calon membuat 10 karung yang berisi 10 kodi dengan harga 150.00\kodi. Waduh, lumayan banyaklah uang yang didapatkan. Belum lagi cetak pamflet, banner, dan stempel posko pemenangan. Panen lah pokoke pengusah-pengusaha itu. Kalau mau ditambah ibadah, para karyawan sambil berdoa agar calon menang sehingga kecipratan “sedekah politik” yang cukup buat beli rokok.

Hanya dua pengusaha dari sekian banyak pengusaha yang menerima keuntungan fa insya alloh halal jikalau diberi label oleh panglima ulama islam. Uang dan politik itu memberikan manfaat yang sangat banyak bagi seluruh lapisan masyarakat. Dua pengusaha yang menjadi contoh hendaknya menjadi semangat kita untuk morotin uang calon.  Sekali lagi uang mereka banyak, mintalah 15 ribu untuk membeli satu bungkus gudang garam plus satu sachet kopi susu.

Dangdut dan Politik

PILKADA yang sangat lekat dengan basis massa tidak harus memeras otak sampai kering. Politik yang harus mengumpulkan massa yang sangat banyak diperlukan sesuatu yang khas. Sehingga masyarakat terhibur dan terhipnotis oleh sihir politik para pemilik kepentingan. Masyarakat kita sangat senang dengan sesuatu yang menghibur dan “gratis”. Salah satu caranya memakai embel-embel hiburan rakyat, yaitu dangdut.

Kenapa dangdut ? Mengutip  Weintraub “Tahun 70-an, panggung politik mengikutsertakan dangdut sebagai jalan untuk mengumpulkan massa, keidentikannya dengan masyarakat menengah kebawah. Membuat  aliran musik “kebangsaan Indonesia” semakin marak dalam perhelatannya, setiap acara dengan tajuk apa pun menghelat dangdut sebagai ‘pesta rakyat’ dan ‘puncak acara (Michael H.B Raditya dalam Jurnal Of Urban Societi’s of Art yang berjudul “Hibriditas Musik Dangdut dalam Masyarakat Urban”. Masyarakat kelas bawah sebagai basis partai yang peduli masyarakat kelas bawah.

Masyarakat dan pedangdut sebagai pihak yang netral yang dikira oleh partai politik sangat antasusias. Pandangan masyarakat hiburan ini sebagai refreshing semata tanpa memandang siapa penyelenggara, sedangkan pedangdut sebagai penghibur hanya berperan total untuk menghibur masyarakat. Para pemilik kepentingan juga sesekali nyawer agar biduanita sedikit genit terkadang juga binal gitu. Michael Facoult “kuasa berjalan dalam dua arah, setiap ada kuasa pasti ada perlawanan”. Analisa Aris Setyawan dalam abstraknya yang berjudul “Relasi Kuasa dan Dangdut” mengatakan “rakyat dan penyanyi sebagai bentuk perlwanan, bersifat apatis,cuek, dan tidak mengikuti ideologi partai yang sedang berkampanye. Dangdut bagi mereka tetap natural pada fashion hiburan. Sementara pemilik kuasa (partai politik) menggebu-gebu mempromosikan calon-calon yang akan maju pada PILKADA sampai-sampai microfon-nya basah.

Pemanfaatan dangdut sebagai penggalang sebagai fungsi kerumunan massa sementara. Dikarenakan dangdut yang “merakyat” sehingga mengumpulkan massa itu lebih mudah. Selain dangdut beberapa cara untuk memudahkan pengumpulan massa seperti pengajian, sembako murah, perlombaan olahraga, dan lomba yang melibatkan orang banyak lainnya.

Politik memang begini ada aja. Jangakan goyangan biduanita di sawer, sekelas agamawan kondang saja bisa masuk ke ruang-ruang politik jadi petugas posko pemenangan. Politik adalah proses menuju tujuan yang benar bukan sebagai tujuan yang hakiki. Berpolitik lah dengan “sehat” tanpa menyebabkan lawan menjadi impoten yang berimbas kepada diri anda melonjak syahwat politik.

(sumber foto : merdeka.com)

Tags opini

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel