Pesan Tak Sampai

26 Aug 2015 00:26 2072 Hits 1 Comments
Ana benci Ayah!

Pagi itu, seorang gadis berusia 10 tahun setengah berlari menuju sekolahnya. Sampai disana, gerbang sekolah telah ditutup. Dia melihat ke sekeliling, tak ada orang lain. Pak satpam tersenyum, kemudian mempersilahkannya masuk.

 

“Terlambat berapa menit Ratna?” Tanya bu guru tanpa meliuk, sambil menulis di papan tulis.

 

“17 menit bu...”

 

“Silahkan duduk, tulis apa yang sedang saya tulis, besok jangan terlambat lagi. Terlambat lagi... berdiri di luar.”

 

Beberapa murid menatapnya. Ada pula yang berbisik, “Keong!”, “Lelet!”

 

***

 

“Ayah, aku diejek lagi oleh teman-teman... Aku bosan Ayah, aku tidak betah di sekolah kalau begini terus, aku jadi ingin pindah saja.”

 

Dedi tersenyum, kemudian duduk disamping Ratna sambil memegang pundaknya. “Hmmm... jangan begitu, anak Ayah harus kuat, teman-temanmu mungkin iri, mereka tidak memiliki kelebihan yang Ana miliki, Ana kan pinter, makanya mereka mengejek Ana.”

 

“Eh, mulai besok bi Ela bakal tinggal di sini, dia kan udah mulai kuliah, Ana gak akan kesepian lagi.”

 

Raut wajah Ratna berubah menjadi ceria, “Wah benar yah? Asik deh...”

 

Dedi bekerja di sebuah perusahaan pertambangan. Pekerjaannya itu mengharuskan dia sering meninggalkan rumah untuk waktu yang lama. Dia adalah orang tua tunggal, bercerai dengan istrinya ketika Ratna masih berusia 5 tahun.

 

***

 

Dari waktu ke waktu, karir Dedi semakin naik, dia menjadi jarang di rumah. Membuat Ratna merasa kesepian.

 

“Ayah... kenapa sekarang Ayah jadi jarang di rumah? Ana jadi khawatir, Ayah jangan sering gak pulang, bi Ela sibuk sama kuliahnya, mamah kan udah gak ada.”

 

“Iya maafin Ayah ya sayang, Ayah sudah berusaha, tapi pekerjaan menuntut Ayah seperti ini. Ayah janji minggu depan ngambil cuti, terus kita jalan-jalan. Biar bi Ela aja yang jagain rumah.”

 

“Janji?”

 

“Janji...”

 

***

 

Satu minggu berlalu, Dedi tidak menepati janjinya, begitu seterusnya hingga Ratna berusia 11 tahun, dimana masa SD-nya tinggal beberapa bulan lagi.

 

“Ana benci Ayah!” Teriak Ratna sepulang sekolah.

 

“Ana, gak boleh ngomong begitu...” kata Ela berusaha menenangkan keponakannya.

 

“Dulu Ayah pernah janji mau cuti, terus ngajakin jalan-jalan, tapi gak jadi. Ayah juga janji gak akan sering ninggalin rumah, gak ditepati juga. Ana malu kalau ditanya sama guru dan teman-teman tentang orang tua Ana; terus kalau ada acara orang tua juga...”

 

“Na, sebenarnya Ayah juga gak mau ninggalin Ana terus. Ayah itu sayang banget sama Ana, dia terus kerja keras buat ngebahagiain Ana. Ayah suka cerita sama bibi loh.”

 

“Nah, sekarang Ana yang cerita sama bibi, ada apa tadi di sekolah?”

 

Ratna terdiam, amarahnya reda.

 

“Tadi Ana diejek gara-gara gak punya HP. Teman-teman udah punya HP yang bisa dipakai Internet-an. Ana jadi pengen, lagian Ana juga butuh, bentar lagi kan SMP.”

 

Bibir Ela cemberut, alisnya naik, “Waduh...”

 

“Anak-anak sekarang memang... huh. Pengennya sih ngebeliin, tapi uangku gak cukup.” Katanya dalam hati.

 

“Yasudah, nanti bibi ngomong ke Ayah kalau Ana butuh HP.”

 

***

 

Pada suatu hari ketika ulang tahun Ratna yang ke-12, Dedi terpaksa harus keluar kota lagi karena ada urusan yang sangat penting. Tentu itu membuat Ratna sangat kecewa, hingga ia mengulangi perkataannya, “Ana benci Ayah!”

 

Akhirnya Ratna menyelesaikan UAN-nya dan dinyatakan lulus. Waktu wisuda tinggal 3 hari lagi, Dedi berjanji akan menghadirinya, dan memberikan Ratna hadiah atas kelulusannya, sekaligus hadiah ulang tahun yang belum sempat diberikan.

 

Namun takdir berkata lain, Dedi mengalami kecelakaan lalu lintas di daerahnya bekerja. Dia tidak akan menghadiri acara wisudaan Ratna, dan tidak akan bertemu lagi dengan Ratna untuk selama-lamanya.

 

“Menurut pihak kepolisian, tadi malam mobilnya mengalami pecah ban, sehingga terguling dan tertabrak truk kontainer dari arah yang berlawanan. Kejadiannya begitu cepat. Maafkan kami nona...” kata rekan Dedi melalui telepon.

 

Ela memeluk Ratna erat-erat.

 

“Bi, ini gak nyata kan? Ana cuman mimpi?” Katanya dengan mata yang terbuka lebar.

 

***

 

Wisuda pun berlalu. Suatu malam Ratna membuka-buka lemari di kamar Dedi, dia menemukan sebuah jurnal.

 

“Bi, kenapa selama ini Ana dibohongin?”

 

“Dibohongin apa sayang?”

 

“Katanya Ayah pisah dengan Ibu karena saat itu Ayah dianggap miskin oleh Ibu. Tapi catatan di buku diari Ayah ini berkata lain.” Ratna menyodorkan buku berwarna biru tua.

 

Ela membacanya, kemudian dia mengambil nafas dalam-dalam.

 

“Na, ayah dan bibi berbohong supaya kamu tidak membenci ibumu. Kami juga berencana akan memberitahu semuanya ketika kamu sudah dewasa, ketika nanti kamu akan menikah. Saat itulah kamu harus tahu.”

 

Wajah Ratna terlihat marah, dengan air mata yang bercucuran.

 

“Aku akan mencari Ibu! Aku akan bertanya padanya kenapa dia tega meninggalkan Ana dan Ayah, kemudian menikah dengan orang lain!”

 

“Ayah jahat, bi Ela jahat! Tega ngebohongin Ana!” Ratna setengah mengamuk.

 

“Kenapa Ana selalu dibohongin?”

 

“Ibu kamu sudah berada di luar pulau Na, dia sulit dicari.” Kata Ela.

 

***

 

Sebulan kemudian berlalu. Pagi itu, dua orang laki-laki mengetuk pintu rumah.

 

“Apa benar ini rumahnya mendiang bapak Dedi Maulana?”

 

“Iya benar.” Jawab Ela.

 

“Ini Nona Ela ya, adiknya? Boleh kami masuk? ada hal penting yang harus dibicarakan.”

 

“Iya saya adiknya, boleh boleh, silahkan masuk.”

 

Salah seorang dari lelaki tersebut membawa sekotak kardus. Ratna yang sedang membaca novel di kamarnya, turun ke bawah dan mengintip dari tangga.

 

“Begini, sekitar sebulan lebih yang lalu, mendiang bapak mengirimkan paket ini; tapi waktu itu perusahaan kami sedang bermasalah sehingga paket ini telat untuk dikirimkan. Kami mohon maaf, kami benar-benar malu... kami juga turut berduka cita atas meninggalnya bapak.”

 

Setelah kedua lelaki tadi pulang, Ela dan Ratna membuka kardus tersebut. Didalamnya terdapat bungkusan kado berwarna biru yang isinya... sebuah Laptop dan smartphone. Terdapat pula selembar catatan yang ditulis tangan.

 

Ratna anakku sayang, Ayah minta maaf, Ayah harus berbohong lagi. Ayah berbohong kalau Ayah akan datang ke acara wisudamu, sebenarnya Ayah tidak bisa datang. Pekerjaan ini benar-benar mengharuskan Ayah membatalkan semuanya. Ayah benar-benar pembohong, sudah berapa kali Ayah membohongi Ratna? Ayah benar-benar minta maaf sayang.

 

Ini Laptop sebagai hadiah atas kelulusanmu, dan juga hadiah ulang tahun yang belum Ayah beri, Ayah pikir kamu akan membutuhkannya nanti, jaga baik-baik, gunakan dengan apik. Kemudian ini smartphone, sekalian Ayah beliin yang bagus, kata bi Ela kamu butuh sekali smartphone ini. Ya... Ayah juga mengerti dengan kehidupan anak muda jaman sekarang. Ingat, gunakan dengan apik ya, jangan dipamer-pamerin sama teman-teman yang lain.

 

Tak kuasa Ratna menahan kesedihannya, air mata langsung membasahi pipinya.

Tags

About The Author

Fajar Sany 25
Novice

Fajar Sany

Saya adalah Fajar, manusia biasa, bukan manusia super atau yang aneh-aneh lainnya.
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel