Pernikahan Yang Tak Diinginkan

23 Aug 2015 14:17 2716 Hits 0 Comments
Tejo dan Surti menikah karena Surti sudah terlanjur hamil. Tak ayal mereka memasuki lembaga pernikahan dengan keadaan yang labil. Baik secara finansial maupun terlebih secara mental-spiritual. Mereka mengontrak rumah di dekat tempat kerja. Tak lama kemudian, anak mereka lahir. Sekitar tiga tahun kemudian di susul anak kedua mereka. Perkembangan karir mereka cukup lumayan, namun penghasilan mereka masih saja di rasa kurang.

Tejo dan Surti menikah karena Surti sudah terlanjur hamil. Tak ayal mereka memasuki lembaga pernikahan dengan keadaan yang labil. Baik secara finansial maupun terlebih secara mental-spiritual. Mereka mengontrak rumah di dekat tempat kerja. Tak lama kemudian, anak mereka lahir. Sekitar tiga tahun kemudian di susul anak kedua mereka. Perkembangan karir mereka cukup lumayan, namun penghasilan mereka masih saja di rasa kurang.

Dari luar, mereka tampak siap membenahi keadaan. Namun, diam-diam Surti rupanya memendam kerinduan untuk memiliki rumah sendiri. Sayangnya tanda –tanda kearah itu belum juga terlihat. Sedangkan Surti kian jenuh dengan rumah kontrakan yang lebih mirip ruang persegi panjang bersekat yang dihuni oleh empat orang.

Saat itulah muncul pria lain yang menjanjikan apa yang didambakan oleh Surti. Bahtera rumah tangga mereka terancam guncang.

Pengharapan yang tak terpenuhi..

Keinginan yang tak pernah terwujud..

Semua itu adalah Bom Waktu dalam pernikahan kita..

Tiadanya keterbukaan diantara suami dan istri membuka ruang bagi ancaman ini. Padahal kita perlu realistis. Apa yang kita harapkan belum tentu tercapai pada waktu yang kita bayangkan atau kita malah dihadapkan pada peristiwa yang berlawanan.

Suami –istri haruslah tetap saling mendukung dlam menghadapi guncangan dan tantangan. Saat-saat sulit bukanlah Bom Waktu, melainkan kesempatan untuk lebih mempererat tali pernikahan.

Itulah Komitmen

Tejo dan Surti menikah karena Surti sudah terlanjur hamil. Tak ayal mereka memasuki lembaga pernikahan dengan keadaan yang labil. Baik secara finansial maupun terlebih secara mental-spiritual. Mereka mengontrak rumah di dekat tempat kerja. Tak lama kemudian, anak mereka lahir. Sekitar tiga tahun kemudian di susul anak kedua mereka. Perkembangan karir mereka cukup lumayan, namun penghasilan mereka masih saja di rasa kurang.

Dari luar, mereka tampak siap membenahi keadaan. Namun, diam-diam Surti rupanya memendam kerinduan untuk memiliki rumah sendiri. Sayangnya tanda –tanda kearah itu belum juga terlihat. Sedangkan Surti kian jenuh dengan rumah kontrakan yang lebih mirip ruang persegi panjang bersekat yang dihuni oleh empat orang.

Saat itulah muncul pria lain yang menjanjikan apa yang didambakan oleh Surti. Bahtera rumah tangga mereka terancam guncang.

Pengharapan yang tak terpenuhi..

Keinginan yang tak pernah terwujud..

Semua itu adalah Bom Waktu dalam pernikahan kita..

Tiadanya keterbukaan diantara suami dan istri membuka ruang bagi ancaman ini. Padahal kita perlu realistis. Apa yang kita harapkan belum tentu tercapai pada waktu yang kita bayangkan atau kita malah dihadapkan pada peristiwa yang berlawanan.

Suami –istri haruslah tetap saling mendukung dlam menghadapi guncangan dan tantangan. Saat-saat sulit bukanlah Bom Waktu, melainkan kesempatan untuk lebih mempererat tali pernikahan.

Itulah Komitmen

auroraazzura.wordpress.com

Tags

About The Author

aurora azzura 32
Ordinary

aurora azzura

Founder Aura Publisher Pen Club Founder Para Pembawa Cahaya Pemilik Blog auroraazzura.wordpress.com
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel