Gedung DPR Bukan TK dan Arena Smackdown

4 Oct 2015 21:04 2271 Hits 2 Comments
Setahun DPR (kita)

“DPR itu kaya anak-anak TK (taman kanak-kanak) yang sedang berebut kursi” kata Gus Dur yang biasa  nyeplos sak karepe dewek tur marakno guyu (bicara seenaknya dan membuat lelucon. Gus Dur waktu itu memang bilang seperti karena Gedung DPR yang sering gaduh dan terlalu over mengkritik dirinya yang tukang jalan-jalan ke luar negeri. Maklum saja, “anak TK” kalau merengek memang selalu over, tapi masih beruntung tidak se-over  Dino yang mau bunuh diri  karena diputus si Soledah. Dasar Dino ABABIL (ABG Labil) seperti anggota DPR yang kekanak-kanakan itu.

 

Tingkahnya memang lucu sih.  Selaku rakyat kecil yang rajin membayar pajak (karena perokok). Mendengar keinginan anggota DPR membangun gedung demokrasi yang baru. Mbok yo di syukuri sit, masih banyak penyandang penyakit sosial yang susah memenuhi trio kebutuhan manusia, papan, sandang, dan pangan. Yah, itulah manusia sejenis anggota DPR, sifatnya itu menggelikan kaum dhuafa seperti saya. Jas tebalnya tak lebih dari sekadar “gagahan di arena teatrikal pemerintahan NKRI”.

 

Tersiar kabar, DPR sudah duduk di singgasana selama setahun. “Apa iya ?” bertanya balik sambil tersedak karena mendengarkan kabar “duka” saat aku minum sirup. Kenapa kabar “duka”?. Karena mereka “pandai sekali mengkritik, tapi “ogah” di kritik” pemerintah. Lihat saja beberapa kali “duo macan-nya DPR”. Pak Fadli Zon dan Pak Fahri Hamzah, yang selalu menjadi rujukan untuk berlatih silat lidah.

 

“Pintarnya dalam mengolah kata-kata, seperti kancil yang tidak licik dan cerdik” kata Ibuku ketika dulu sering mengantarkan diriku tidur dengan cerita-cerita kancil. Kancil itu tidak licik karena dia menggunakan kecerdikan untuk mengambil timun melalui bantuan si Kera yang sedang main di tempat itu. Si Kancil pergi, Kera malah mati kepalang kena tembak petugas Perhutani yang selalu bijaksana terhadap rakyat miskin desa. Kancil sih rela-rela saja si Kera mati, karena dia akan masuk surga.

 

Silat lidah “dua macan DPR” kerap kali mengundang geliat tawa, gemes, serta membakar jenggot. Lihat saja Bapak Fadli Zon yang mati kutu di hakimi media karena main mata dengan Donald Trup di depan kamera. Alih-alih kunjungan kerja ke negeri Paman Sam, malah ketiban duren bosok. Tapi tenanglah Pak Fadli, banyak orang syirik di sekitar anda. Perlu wasapada, kalau bisa bikin sensosr “Indonesia Civilia”. Ketika anda bertemu dengan warga Indonesia yang sedang mem-foto anda yang sedang selfie ria dapat diketahui dan dilaporkan dengan berbagai macam tuntutan.

 

“Hampir” Jadi Area Smack Down

Ketika kecil melihat adegan John Senna memanggul  Batista, kemudia di jatuhkan pada lapangan tersebut. Keren sekali John Senna yang kemudia di tiru salah satu anak Bandung ketika sedang sekolah madrasah sore hari. Tiba-tiba dua anak berkelahi seperti adegan smackdown di play station. Wah, cilaka dua belas, salah satu bocah merenggut nyawanya akibat perkelahian tersebut. Imbasnya, para pengusaha play station mengganti bahkan meniadakan permainan smackdown dengan lainya dengan berbagai alasan yang berbelit-belit.  “Sedih sekali tidak bisa melihat adegan tersebut lagi” batinku 10 tahun yang lalu.

 

Memang, benar ketika Tuhan berkata dalam sebuah ayat, “Di dalam kesusahanmu (kesedihan) akan terdapat sebuah kebahagian”. Kesedihanku ketika tayangan arena smackdown di tiadakan, aku bisa melihatnya di arena ruang rapat DPR. Taman demokrasi terbasar se-Indonesia bisa melihat “persidangan” seperti detik-detik John Senna akan menangkap Batista, yang berencana menumbangkannya.  

 

Persidangan syarat perang urat syaraf tentu dapat memancing adu jotos.  Layaknya John Senna berkata “you cemen, My opponent” kepada Batista. Responnya yang tidak ramah menjadikan arena smackdown semakin ramai. Tepuk tangan riuh dari penonton di tribun. Beda sekali, ketika para anggota Dewan rapat paripurna, akan tetapi ada salah satu anggotanya “termakan” perang urat syaraf. Meja dirobohkan, teman-teman dicaci makai, mikrofon berbunyi kata-kata yang kurang patut.  Rakyat yang menonton lewat layar kaca, geram dan gemes ingin mencubit pipi temben Pak Fadli zon. Tepuk tangan di tribun penonton berganti tepuk jidat sambil berkata “Wakil Rakyat mirip anak TK”.

 

Selamat para wakil rakyat yang sangat kaya kata-kata pro rakyat.  Selamat sudah se-Tahun kalian melayani “rakyat” setengah hati.  Semoga ke depan bisa lebih baik dan tidak ber-smackdown ria di ruang sidang yang terhormat.

 

Salam Kaum Dhuafa.

Tags opini

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel