Museum Diponegoro di Kota Jogja menyimpan kepingan sejarah, berupa tembok yang menjadi saksi bisu kaburnya Pangeran Diponegoro dari kejaran Belanda. Jejak Pangeran Diponegoro bisa dilihat dari sebuah tembok jebol di salah satu sudut museum ini, seperti apa kisahnya ?
Museum Diponegoro Sasana Wiratama merupakan rumah masa kecil Pangeran Diponegoro dimana dalam bangunan museum ini ada tembok jebol yang menjadi saksi bisu peristiwa 20 Juli 1825 silam.
Kala itu, Pangeran Diponegoro menjebol tembok itu untuk tujuan meloloskan diri dari pasukan Belanda. Lewat tembok jebol itu Pangeran Diponegoro bersama keluarga dan prajuritnya meloloskan diri ke Goa Selarong Bantul.
Dilansir dari laman Jogja Cagar, tembok ini memiliki lebar 187 CM, tebal dinding 64 CM dan tinggi 210 CM. Pangeran beserta keluarga dan laskar dikepung oleh Belanda di tegalrejo, kemudian Pangeran menjebol tembok lalu melarikan diri ke Gua Selarong untuk melakukan yoga semedi, berlindung dan menghimpun kekuatan serta menyusun strategi melawan Belanda. Gua ini berada di bantul, demikian penjelasan staf penjaga Museum Diponegoro, Kasbuloh beberapa waktu lalu.
Pada tanggal 20 Juli 1825, pasukan Belanda mengepung kediaman Pangeran Diponegoro di daerah Tegalrejo dimana bangunan museum ini merupakan kediaman Permaisuri Sultan Hamengku Buwono 1 Kanjeng Gusti Ratu Ageng yang merupakan eyang buyut Diponegoro. Sebagai informasi tambahan, Diponegoro merupakan putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono III dengan selirnya yang bernama R.A. Mangkarawati.
Sejak kecil Pangeran Diponegoro lebih suka pada kehidupan merakyat sehingga membuatnya tinggal di Tegalrejo bersama nenek buyut atau permaisuri dari Sultan Hamengku Buwono I daripada tinggal di keraton.
Kasubolah mengatakan bahwa proses dijebolnya tembok ini adalah untuk meloloskan diri Pangeran Diponegoro memiliki beberapa versi catatan sejarah, ada yang mengatakan tembel tersebut dijebol oleh Pangeran Diponegoro menggunakan tenaga dalam, ada juga yang mengatakan dijebol dengan bantuan kaki kuda. Juga cerita dimana tembok tersebut dijebol dibantu dengan laskar dari Pangeran Diponegoro. Versi catatan sejarah tersebut ada yang menyampaikan dengan tangan beliau sendiri menggunakan tenaga dalam, ada yang mengatakan dibantu kaki kuda dari Pangeran Diponegoro da nada juga yang menjelaskan dibantu oleh Laskar Diponegoro.
Dari versi tersebut di atas, Kasbuloh meyakini bahwa tembok tersebut dijebol oleh Pangeran Diponegoro menggunakan tenaga dalam. Mmeskipun dirasa tidak masuk akal Kasbuloh tetap meyakini kebenaran dari versi tersebut.
Tembok jebol yang menjadi saksi kaburnya Pangeran Diponegoro saat dikepung Belanda ternyata pernah roboh saat ada gempa bumi Bantul tahun 2006. Bagian atas tembok yang sempat rusak kini telah diperbaiki dengan menambah besi agar semakin kuat. Ini sebenarnya sebagai akibat gempa besar tahun 2006, sempat roboh dan sekarang ada besinya di bagian atas sudah diperbaiki sedangkan yang lainnya masih dibiarkan asli. Karena bangunan ini dikenal juga sebagai benteng di masanya. Tingginya kurang lebih 3 M sekarang tinggal 2 M. Saat ini batu bata dari tembok yang asli dan yang baru dilihat dari perbedaan warnanya. Bata dari tembok yang masih asli terlihat sudah mulai pudar dan tidak ada besi penyangganya. Lubang pada tembok juga telah ditutup agar tidak lagi dijadikan tempat lalu lalang masyarakat sekitar.
Semoga bermanfaat.