Solusi Macet Ala Teroris ISIS

4 Jul 2016 04:56 5860 Hits 1 Comments
Bosen dengan tema-tema terorisme, kali ini ane mencoba untuk menulis sebuah tips dan trik untuk mengatasi kemacetan ala teroris. Lah.. Koq ujungnya teroris lagi? paling tidak terorisme dan teroris berbeda :D

Bosen dengan tema-tema terorisme dan membaca psikologi para aparat keamanan yang secara tidak langsung mereka menjadi kaki tangan kekuasaan (baik dalam negeri maupun luar negeri, kalau ane ngomong kekuasaan asing, ntar banyak yang tersinggung). Kali ini, gw mencoba menulis tips dan trik macet ala teroris. Eit.. jangan antipati dulu, ga semua teroris jahat koq. Meski kejahatan itu tidak hanya karena ada niat dan kesempatan, tapi juga dari sudut pandang. Gw jadi inget pahlawan bertopeng yang bukan dalam film sailor moon, tapi pahlawan bertopeng ala robin hood yang menjadi penjahat, namun pahlawan di kalangan orang miskin. Paling tidak, gw mau jadi pahlawan di Plimbi aja deh... hahahaha

Kembali ke narasi, kalau kita ngelihat mudik yang tiap tahun wajib dijalanin meski dengan alasan-alasan sederhana dan humanis. Seperti pengen nengok ortu, pengen makan sambel trasi buatan emak di kampuang. Atau sekedar ingin ngobrol ayah-anak dengan orang tua kita. Mudik seolah menjadi sebuah tradisi yang tidak bisa dilepaskan oleh orang Indonesia. Padahal gw percaya, ga ada sejarawan yang mampu mengungkap kapan tradisi mudik tersebut dilakukan?

Lu kapan sih kembali ke narasi? tenang bin sabar brur... ntar ada waktunya koq, seru asisten pribadi di belakang gw. Seferti yang kita ketempe-i (bosen dengan kalimat tahu), sejak sabtu kemarin, arus mudik mengalami kemacetan yang luar biasa. Pantauan CCTV di kantor saya hasil ngebajak CCTV dishub menunjukkan kemacetan bahkan tidak berkurang. Ada beberapa faktor yang melandasi kemacetan tersebut. Seperti banyaknya jumlah kendaraan *ya iyalah, namanya juga mudik, lalu ruas jalan yang tidak mencukupi, maupun banyak public servis yang berdekatan dengan titik kemacetan.

Okelah itu penyebab-penyebabnya. Lalu bijimana dengan solusi? bukankah udah jaman gw belon sunnat kemacetan itu udah terjadi. Solusinya kalau bagi teroris haruslah fundamental. Fundamental disini adalah mental dasar (udeh. gw tau nerjemahinnya ngaco) sebagai suatu bentuk keseriusan para antek kompeni di negeri ini. Bagaimana tidak? membaca saja aku sulit... Nah, itu yang pertama harus diselesaikan adalah membaca. Sebagai contoh biang kemacetan sebagai alasan klasiknya adalah ruas jalan yang tidak mencukupi. Padahal seperti diketahui, Indonesia sebagai pasar potensial bagi penjualan kendaraan bermotor baik roda dua, empat, maupun lebih dari itu. Namun pembangunan ruas jalan seakan tidak berbanding.

Udah, gw sendiri ga mau ngurusin hal begituan. Itu biar jadi pemahaman masyarakat bahwa memang agaknya kita lebih seneng menambal jalan yang rusak daripada menambah jalan baru. Sedangkan menambah jalan baru adalah kebutuhan pokok dan vital saat ini. Maka kami sajikan tips trik mudik ala teroris.

1. Tentukan Tujuan Mudik Anda.

Menentukan tujuan mudik sangat penting, karena mudik tanpa tujuan sama saja anda tersesat. Maksudnya, tentukan tempat mudik anda dari jauh-jauh hari. Berapa kilo perjalanan yang akan ditempuh. Berapa jam perjalanan normal yang ditempuh. Berapa jam perjalanan ga normal yang ditempuh. Alternatif transportasi yang anda gunakan.

Sebagai contoh nih, mudik ke rumah emak tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit daripada mudik ke rumah sendiri (dasar oot lu, kerumah sendiri mah bukan mudik namanya. tapi pulang). Mudik ke surga tentu lebih mahal biayanya daripada mudik ke kampung halaman. Mudik untuk membela agama Allah dari serangan Mamarika dan Russyen tentu lebih mahal biayanya daripada mudik ke warung sebelah. Tapi adakalanya mudik ke tempat yang mahal sekaligus, justru menghemat mudik-mudik yang lain. Koq bisa? tentu.... dengan logat jinjing yang lucu dan kukenang selalu.

Mudik ke tempat mahal, misal mudik ke Daulah Islam akan meminimalisir keinginan mudik ke rumah orangtua. Cukup mendoakan di tempat dimana doa lebih didengar oleh Allah kepada orangtua kita sepertinya lebih berharga (paling tidak buat saya). Buktinya orangtua saya ikhlas nanti bertemu di firdaus a'la saja daripada didunia. Alhasil, gw ga harus repot-repot mudik Sham-Solo cuman untuk makan nasi timlo pak Slamet yang mangkal di depan rumah emak gw.

2. Tentukan Timing

Timing bukanlah timang. Meski timing mirip sama timang. Koq mirip? klo timing adalah menimbang-nimbang, maka timang juga mengayun-ayun seperti gerakan timbangan (garing yee... biarin :D). Timing ini kalau kata ahli ekonomi dari entah barantah adalah suatu jurus yang amfuh. Seperti Sun Tzu yang memperhitungkan datangnya kabut sehingga pasukan musuh tidak bisa mengenali dan memperhitungkan pasukannya. Timing disini juga mempertimbangkan waktu yang tepat untuk mudik. Watu yang tepat bijimana yang dimaksudkan? tentu bukan biji kedondong apalagi biji jengkol.

Misal nih, kalau gw mudik dari Jakarta ke Solo secara normal lewat darat butuh waktu 12 jam. Tentu, timing ini berbeda klo naik kereta, maupun naik pesawat. Meski di Indonesia terkadang pesawatpun kena delay berjam-jam. Tapi biarlah, itu urusan maskapai yang harusnya ngasih makan penumpang yang ditelantarkannya. Mungkin lupa, husnudzankuu.. Lalu bagaimana dengan timing yang tepat untuk mudik?

Sebagai contoh, sebagai karyawan kita ngeliat kondisi manajemen perusahaan. Biasanya klo perusahaan fit, maka kita bisa mengajukan cuti yang kita kumpulkan setiap skala waktu tertentu untuk menghindari keluarnya secara bersamaan jutaan kendaraan dari Ibukota. Timing ini juga amfuh untuk 'ngadalin' anggota densus 88 yang sering mengawasi ane. Sebagai contoh gw perkirakan klo jumat sore adalah waktu kebanyakan warga Jakarta keluar dari Jakarta untuk menuju kampung halaman masing-masing. Maka jum'at pagi, gw pilih out-job yang udah ane selesaikan setengahnya sebelumnya, sehingga sebelum jum'atan gw udah cabut meninggalkan Jakarta. Alhasil, Anggota densus 88 yang suka nangkring di gerobak ayam krispi didepan rumah gw bakal suka clingak-clinguk nyariin batang hidung ane yang aduhai ini.

Timing juga diperlukan apabila kita berani keluar dari mainstream dengan sebagai contoh melakukan mudik di luar kepakemannya. Saya rasa opsi ini bakal ditolak mentah-mentah oleh banyak kalangan. Timing yang lain yang bisa menjadi contoh adalah bagaimana kita memperhitungkan waktu kita. Seberapa kesempatan kita bersilaturahim ke sanak keluarga, dengan seberapa kesempatan kita untuk bersilaturahim kepada orang-orang yang terzalimi. Baik di Iraq semenjak invasi amerika yang menewaskan lebih dari setengah juta manusia. Di Afghanistan, dengan data yang hampir sama. Yaman, Somalia, dll.

Kalau timing kita lebih cenderung kepada sanak keluarga kita yang alhamdulillah baik-baik saja, daripada timing kita terhadap non-keluarga kita yang lebih membutuhkan. Nampaknya mudik tersebut belum akan mampu menyelesaikan solusi kemacetannya. Memilih timing mudik untuk bersilaturahim kepada orang-orang yang terzalimi pada hakikatnya mengingatkan kita kepada hasrat jangka panjang dan mampu berinvestasi jangka panjang. Yaitu akhirat dan kematian. Sehingga yang kita pikirkan tidak lagi, bagaimana kita mampu sekedar melihat orang tua kita. Namun juga bagaimana kita menjadi anak soleh/solehah yang menjadi mutiara orang tua kita karena syafaat syuhada yang mampu menghantarkan orang tua kita langsung melewati pintu-pintu tol menuju jalan tol keabadian. Yaitu Jannatun Naim.

Bukankah, kita bahagia apabila tidak sekedar membahagiakan orangtua kita didunia dengan sekedar disambangi setiap tahunnya, namun kesehariannya kita kurang memperhatikan beliau, menelpon, dan sekedar menanyakan kabar dan kesehatannya? Tentu kita akan lebih bahagia kalau mampu menjadi anak soleh yang pada akhirnya pahala kebaikan kita mengalir kepada orangtua kita juga. Menjadi anak yang tidak egoistis menghadapi persaingan kehidupan yang keras, namun juga humanis sebenarnya kepada sesama yang terzalimi oleh politik dan keserakahan manusia-manusia tertentu yang sebenarnya mementingkan kelompok pemodal daripada rakyat jelata.

Semoga kita mampu 'mudik' dengan tanpa kemacetan lagi.

Tags

About The Author

Bahrunnaim 23
Novice

Bahrunnaim

aku mah apah atuh...
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel