Obat Pertama yang Dicetak Printer 3D

21 Aug 2015 08:00 4253 Hits 0 Comments Approved by Plimbi
Obat yang dibuat menggunakan printer 3D? Seperti apa obatnya?

Apa itu printer 3D?

Printer 3D (dibaca printer 3 dimensi) yang dalam bahasa inggrisnya biasa disebut additive manufacturing adalah sebuah alat yang digunakan untuk membuat sebuah objek tiga dimensi.

Sebagai catatan, printer 3D sendiri adalah nama lain dari salah satu tipe robot industri.

Dalam pembuatan sebuah obyek tiga dimensi, Manusia hanya menyiapkan bahannya saja. Proses lain seperti pembentukan, dan pewarnaan obyek tiga dimensi tersebut diserahkan pada printer 3D.

Dalam beberapa tahun ini, printer 3D telah menjadi sorotan publik karena kemampuannya mengubah salah satu sistem produksi, khususnya pada pakaian dan senjata api. Dan sekarang, printer 3D sudah merambah ke bidang obat-obatan.

 

Obat pertama yang dicetak menggunakan printer 3D

Pada awal bulan Agustus 2015, Food and Drug Administration (FDA) asal Amerika telah menyetujui pill pertama yang dicetak menggunakan printer 3D. Pill tersebut bernama Spritam levetiracetam, yaitu sebuah obat yang dapat mengurangi rasa kejang-kejang.

Obat ini diproduksi oleh sebuah perusahaan farmasi di Amerika bernama Aprecia. Produksinya sendiri tidak dilakukan oleh mesin pembuat tablet pada umumnya, tapi dengan sebuah proses dimana bahan-bahan, baik yang aktif dan non-aktif, dimasukkan secara bertahap ke dalam mesin printer 3D untuk kemudian dibentuk menjadi sebuah obat.

Teknik produksi ini diyakini dapat membantu pasien dengan membangun dosis berbeda bagi setiap pasiennya. Menurut Aprecia, proses ini dapat membuat setiap obat yang diproduksi memiliki tingkat peleburan yang tinggi dan tentunya efek yang lebih kuat dibandingkan dengan obat dari hasil produksi yang masih menggunakan teknik tradisional.

Aprecia juga menyatakan bahwa, obat yang diproduksi dengan printer 3D akan lebur dalam waktu kurang lebih 10 detik dari waktu konsumsi. Hal ini tentunya menjadi sebuah rekor waktu peleburan baru untuk obat dengan dosis tinggi.

 

Keuntungan bagi Aprecia

Dengan menjadi perusahaan obat-obatan yang mencetak obat dengan printer 3D pertama, Aprecia telah memegang lebih dari 50 hak paten yang berkaitan dengan teknik pembuatan obat ini.

Pengklaiman hak paten ini diprediksi dapat mempertahankan perusahaan untuk belasan tahun ke depan dimana peningkatan kompetitif dari perusahaan obat-obatan lain juga mulai maju. Menurut pihaknya, kemungkinan untuk obat di masa depan dibuat dengan menggunakan teknik yang sama dengan apa yang digunakan Aprecia atau malah proses yang lebih baik tidaklah kecil.

Selain itu, prediksi tentang perubahan yang akan dibawa oleh teknik pencetakan obat dengan printer 3D juga masih belum pasti.

 

Lalu bagaimana untuk ke depannya?

Aprecia menyatakan, “Selama 50 tahun kami telah memproduksi tablet dan mengirimnya ke banyak rumah sakit. Namun untuk pertama kalinya, kami telah membuat obat yang lebih dekat dengan pasien. Artinya obat ini memiliki dosis yang sesuai bagi setiap pasiennya.”

Namun, hal ini belum dipastikan menjadi tujuan utama Aprecia. Belum ada kabar dari perusahaan ini mengenai rencana mereka untuk menyimpan printer 3D di setiap tempat praktek dokter atau di rumah sakit.

Mungkin saja Aprecia akan mendistribusikannya ke perusahaan-perusahaan lain dimana obat akan diproduksi secara massal dengan dosis yang sama. Kalau jadinya seperti itu, berarti tidak ada bedanya teknik pembuatan obat yang sekarang dengan pembuatan obat dengan printer 3D tapi menggunakan dosis yang universal atau sama pada tiap butir obatnya.

 

Apa pendapat para ahli mengenai teknik pembuatan obat ini?

Gregory Higby, seorang professor di Universitas Wincosin mengatakan bahwa dia tidak mengetahui tentang aspirasi apa yang membuat Aprecia dapat menemukan ide untuk membuat obat dengan menggunakan printer 3D.

Tapi teknik pembuatan obat tersebut mengingatkannya pada farmasi zaman dulu dimana yang membuat dan mengatur dosis obat untuk pasien adalah apoteker bukan mesin seperti sekarang ini.

Dengan kata lain, berpuluh-puluh tahun yang lalu, yang membuat obat dengan menggabungkan zat aktif dan non-aktif adalah apoteker sesuai dengan perintah dokter untuk kemudian diberikan kepada pasiennya.

Dia menyimpulkan bahwa teknik pembuatan obat ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil dalam mempengaruhi masa depan dari obat-obatan. Dia juga menambahkan bahwa yang akan menjadi inovasi pada farmasi di masa depan adalah manajer sebuah perusahaan farmasi dan perusahaan besar yang menjadi mediator dari negosiasi antara perusahaan pembuat obat dan perusahaan asuransi individu. [FM]

 

 

Via mashable

 

 

 

 

Tags

About The Author

Fahd M. 80
Professional

Fahd M.

Saya suka menulis tentang hal-hal yang berkaitan dengan teknologi, khususnya gadget dan komputer. Selain itu saya juga suka hal-hal yang berkaitan dengan Jepang.
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel