Motivasi Hari Ini: Filosofi Kalah Menang dalam Permainan dan Kehidupan

18 Nov 2016 07:07 22607 Hits 4 Comments
Setahu saya, kita semua ingin menang, berarti harus ada yang kalah. Seperti hakikat kita di dunia, yaitu seekor sperma yang mengalahkan sperma-sperma yang lain. Padahal sperma-sperma itu berasal dari kantung yang sama, tubuh yang sama. Begitu juga manusia, berasal dari asal yang sama, cikal-bakal yang sama, terlepas kepercayaan masing-masing cikal-bakal yang mana, Adam atau Lucy, Nabi atau kera.

Motivasi Hari Ini: Filosofi Kalah Menang dalam Permainan dan Kehidupan

Hola Plimbers, lama gak ketemu, kemana aja kalian? Bruakak.

Bintik-bintik air hujan masih menempel di balik kaca jendela yang kini ku buka, bulir-bulirnya berjatuhan membuat garis-garis yang meliuk-liuk tak rata. Ku harap udara dingin yang menerpa dapat meredam panas di dada.

Gimana paragraf pembukanya Mblo? Bau-bau galau gitu kan?

Artikel ini khusus berisi sesi curhat yang beberapa bulan terakhir jarang saya temukan di Plimbi, entah Jombloers-jombloers dan Curhaters-curhaters sebangsa saya sekarang sudah insaf atau menemukan kedamaian dan ketenangan. So, jangan berharap ada informasi penting di sini, seperti biasa kita akan ngalor-ngidul membahas yang tidak penting.

Intro

(Skip aja bab ini, Mblo! Sumpah, isinya gak penting!)

Setelah teramat sangat lama sekali pake banget tidak menyentuh dunia maya yang bukan muhrim saya... Eh? Akhirnya pada suatu hari terciptalah gabungan dari faktor-faktor (semua faktor ini harus ada) yang terdiri dari seperangkat alat sooo...mputer, jaringan internet, arus listrik dari PLN, dan terakhir... seperti biasa... diterima bekerja (lagi) sebagai pengangguran alias punya waktu senggang...

Ingatan langsung ke Plimbi, mana mungkin lupa, Plimbi telah dan akan selalu setia menemani masa-masa menganggur saya, terutama author-authornya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu... (padahal ingat hadiah-hadiahnya, bruakak).

Begitu buka Plimbi, kecewa rasanya karena tidak sempat berpartisisapi dalam Plimbi Video Contest...

Pemilihan Author Bulanan juga masih dipeti-eskan.

Trus... Sekarang syarat redeem point harus nulis minimal satu artikel... (Jangan-jangan ini yang menjadi motif saya menulis artikel ini? Eh?)

Setelah bolak-balik halaman Plimbi, akhirnya tab browser beralih ke sosial media, ujung-ujungnya main game daring berbasis kartu: Capsa, Poker, Domino (biasanya kalau luring main Spider Solitaire, bruakak).

“Hmmm, main judi terus…”

Saya menoleh ke arah JL, lalu menyahutnya dengan aksen Rhoma Irama, “Ini bukan seperti yang kau pikirkan, Ani, memang benar bahwa judi meracuni kehidupan, tetapi ini bukan uang beneran”

“Main dokter-dokteran juga gitu… Awalnya main-mainan… Lama-lama main beneran…”

“Sudah, Ani. Cukup!”

JL adalah tipe cewek penggoda, ups, maksud saya: suka godain saya atau boleh dibilang hobi ganggu kesibukan saya, apalagi kalau saya sedang menyibukkan diri dengan sesuatu selain dia.

“Kenapa gak main yang lain?”

Saya tercenung, meraba-raba pertanyaannya sekaligus mencari-cari jawaban yang tepat untuknya.

Sebenarnya saya punya beberapa paragraf untuk menjawabnya. Pertanyaannya simple, jawabannya harus simple, harus seperti itu (menurut dia).

Awalnya saya pikir kaum hawa suka yang panjang-panjang (penjelasan), tetapi ternyata dugaan saya salah total, mereka lebih membutuhkan sesuatu (penjelasan) yang singkat, padat, dan masuk akal.

Mereka benci essay, mereka suka pilihan ganda, tetapi tidak rela diduakan atau digandakan.

Sekali lagi, ‘kenapa gak main yang lain’ akan melahirkan jawaban yang panjang jika saya harus menjawabnya, jadi kita skip saja jawabannya karena sesi Intro ini sudah mencakup lebih dari 300 kata, bruakak.

Hakikat Permainan

Sebagai pemalas yang bermimpi jadi penulis, menciptakan satu paragraf bagi saya akan memakan waktu berhari-hari (artikel ini pembuatannya memakan waktu 2 bulan, bruakak), saya lebih suka bermalas-malasan, tidur-tiduran, atau bermain-main. Si anu mengajak bermain, si anu yang lain mengajak bermain, hidup main-main. Peter pan pun menua... (Insomnina #4 halaman 3)

Saya seperti mereka, para gamers, bermain untuk kesenangan, hiburan, mengisi waktu, asah kemampuan, mencetak suatu prestasi, ataupun hanya iseng.

Tapi lama-kelamaan, saya menyadari satu hal, permainan selalu menciptakan dua kata yang berlawanan, kalah dan menang, pecundang dan pemenang.

Artinya, lebih baik berdagang daripada bermain.

Kok bisa?

Berdagang adalah untung rugi. Untung selalu didulukan, enak jadi si Untung… Untung anak siapa, alamatnya di mana… Berdagang selalu mempertimbangkan untung rugi, bukan rugi untung.

Sedangkan bermain adalah kalah menang. Kalah selalu di depan, seperti pion catur yang siap dikorbankan. Bermain akan menghasilkan kalah menang, bukan menang kalah.

O iya, saya lupa mengatakan satu hal, skip juga bab ini, Mblo, isinya gak penting, bruakak.

Apapun permainannya, baik itu permainan nyata seperti congklak, kelereng, layangan, gasing, dan petak umpet, maupun permainan maya seperti video game, baik itu permainan tradisional maupun modern, baik yang offline maupun yang online, baik yang via layar ataupun via Virtual Reality, selalu menciptakan konsepsi kalah dan menang.

Padahal semua orang ingin menjadi pemenang dan benci kekalahan.

Yang membuat dongkol perihal kalah menang dalam game online itu biasanya kalau bermusuhan dengan gamers “bocah”, jika kita kalah dibilang cacat dan jika menang dibilang nge-cheat. Sebaliknya, jika dia menang ributnya minta ampun dan kalau dia kalah pasti dengan beribu alas an, entah jaringannya lah, keyboardnya lah, billingnya lah, bahkan bisa  jadi tukang bakso yang kebetulan lewat turut dikambing hitamkan.

Artinya, semua orang benci kekalahan, terlebih para bocah-bocah yang saya sebutkan di atas.

Apalagi jika permainan itu sudah berkolaborasi dengan perdagangan alias memakai duit asli atau uang beneran. Entah judi ataupun game-game online yang mengharuskan pemainnya mengeluarkan uang, di mana terjadi sinonimisasi (entah apa itu sinonimisasi dan darimana asalnya, mungkin biar terdengar keren, intelek, atau kekinian, seperti KTA dan KTA-nisasi, besok-besok saya bikin artikel tentang game-nisasi dan malas-nisasi) bahwa kalah sama dengan rugi dan menang sama dengan untung. Maka, menjadi pemenang adalah tujuan yang mutlak.

Jadi jangan heran kalau di warnet-warnet khusus game, lazimnya Anda akan menemukan keyboard dan mouse yang abnormal atau tidak karu-karuan lagi bentuknya karena menjadi bulan-bulan pelampiasan kekalahan.

Pernah ketika bermain kartu, saya selalu menderita kekalahan, mengalami nasib sial terus-menerus, kadang-kadang kartu saya bagus tapi kartu musuh lebih bagus, kadang-kadang kartu musuh jelek tapi kartu saya lebih jelek lagi, di situ kadang saya merasa sedih.

Kesedihan saya dilengkapi dengan kebangkrutan. Game over. Pecundang pulang malam, banci pulang pagi. Maksud saya, pecundang selalu pulang duluan, hahaha. Untung saja saya tidak sampai banting monitor.

Di lain waktu, saya berada dalam situasi sebaliknya, Dewi Fortuna seakan sedang menaungi saya. Beberapa pemain lain saya jegal malam itu hingga mereka terjatuh, merana, tersiksa, kecewa, menangis, dan tenggelam dalam penderitaan (jika kekalahan adalah penderitaan).

Di ujung malam, saya merenung, memang saya adalah pemenang malam itu, tetapi di satu sisi, saya adalah tokoh antagonis yang merampas dari tangan-tangan pemain lain, menelanjangi mereka, lalu mengalungkan papan bertuliskan pecundang di leher mereka. Apakah pemenang sebegitu jahatnya? Di mana nurani saya?

Setahu saya, kita semua ingin menang, berarti harus ada yang kalah. Seperti hakikat kita di dunia, yaitu seekor sperma yang mengalahkan sperma-sperma yang lain. Padahal sperma-sperma itu berasal dari kantung yang sama, tubuh yang sama. Begitu juga manusia, berasal dari asal yang sama, cikal-bakal yang sama, terlepas kepercayaan masing-masing cikal-bakal yang mana, Adam atau Lucy, Nabi atau kera.

Akhirnya saya belajar satu hal, bahwa permainan dan kehidupan nyata memiliki kesamaan, bahwa keduanya samap-sama dapat menjadi salah satu sumber pembelajaran, bahwa keduanya juga mewajibkan adanya pecundang dan pemenang.

Lalu, terciptalah artikel ini, begitu saja, lalu ceritanya tamat, karena bab ini sudah lebih dari 400 kata.

10 Filosofi Kalah Menang

Mengapa harus filosofi?

Karena berarti kebajikan dan cinta, serta kebijaksanaan.

Kata-kata tersebut akan menentramkan, menenangkan.

Artinya, kalah menang itu adalah sesuatu yang kacau-balau, huru-hara, penuh jerit dan tangisan, sehingga perlu ditentramkan dan ditenangkan.

Sehingga kalah menang harus ada filosofinya, agar yang kalah tidak menangis berlebihan dan yang menang tidak tertawa berlebihan.

Masih ingat kalimat pembuka artikel ini? Err… Maksud saya di paragraf kedua, ada sajak galau-galau gitu yang menggambarkan suasana hati yang panas… lalu disiram angin dingin yang menerobos dari sela-sela jendela yang terbuka.

Begitu kira-kira gambaran orang lagi kesel kalah judi yang harus diberikan pencerahan.

Nah, berdasarkan sumber-sumber yang tidak jelas berupa hasil pemikiran saya sendiri beberapa persennya (sebagian kecil, mungkin sekitar seujung jari) ditambah beberapa persen lagi dari berbagai sumber di internet yang saya copas acak (sebagian besarnya), ini dia 10 filosofi dan nasihat terkait kalah menang yang sejauh ini sudah saya temukan:

  1. Dari susunan kata kalah menang, kita bisa melihat bahwa kalah itu terletak sebelum menang. Peribahasanya adalah berakit-rakit ke hulu, pulangnya naik gojek.
  2. Kalah itu karena tidak menang, seandainya menang tentu tidak kalah. Sebaliknya, menang itu hanya karena tidak kalah saja, seandainya kalah pasti tidak menang.
  3. Jangan berkecil hati, kalah itu karena belum menang dan menang itu karena belum kalah, hanya belum saja. 
  4. Kadang kita menang, kadang kita belajar (saat kalah), yaitu belajar menggunakan “cara halus”. Hal ini tercermin dengan istilah “Kalah rupa menang dupa”.
  5. Kata Om Vince Lombardi: Winners never quit and quitters never win. Saat main judi, misalnya poker atau roulette, jangan berhenti meskipun kalah terus, lanjutkan, isi lagi chipnya, karena Anda adalah pecundang ketika berhenti (saat kalah) dan pemenang itu selalu melanjutkan permainan (sampai pagi atau sampai kalah).
  6. Pemenang itu mendapat jawaban dari pertanyaan dan pecundang itu mendapat pertanyaan dari jawaban. Misalnya Guru di sekolah bertanya, “Siapa yang membunuh Adolf Hitler?”, Pemenang akan menjawab, “Bukan saya!” dan Pecundang akan bertanya-tanya dalam hatinya, “Lha, kalau bukan kamu, terus siapa?”
  7. Kata Om Casey Stengel: Tanpa pecundang, bagaimana mungkin ada pemenang? Sehingga, untuk menjadi pemenang, bergaullah di antara para pecundang dan minta dukungan dari mereka.
  8. Kemenangan itu hanya ada dan dianggap ada setelah melewati tantangan, baik menantang ataupun ditantang. Tanpa tantangan, tidak ada kalah dan menang. Tanpa kalah menang, berarti draw, seri, atau imbang.
  9. Pemenang yang bijak selalu melihat ke atas untuk motivasi dan menjaga agar tidak sombong. Pecundang yang bijak selalu melihat ke bawah untuk nyari recehan yang kececer.
  10. Pecundang itu selalu sedia payung sebelum hujan, tapi lupa  memakainya ketika hujan.

Silakan menambahkan filosofi yang lain di kolom komentar, misalnya: Kalah Menang adalah Pilihan, pilihlah yang kalah agar yang kalah mempunyai kesempatan menang, percuma memilih yang menang, tidak dipilih pun tetap menang.

Kalau pembaca yang budiman sudah merasa puas dengan omong-kosong saya yang panjang-lebar ini, silakan ke bab yang terakhir, karena… Yup, tebakan para pembaca benar sekali! Bab ini kayaknya gak begitu penting, bruakak.

Warningnya telat, kita sudah selesai pada bab ini, hahahaha.

Penutup

Jika pembaca menduga ini adalah intisari atau yang menjadi bagian terpenting dari artikel ini, maka (dengan aksen Rhoma Irama) izinkan saya untuk menyanyikan sebuah lagu… err… maka izinkan saya untuk memohon maaf, karena dugaan pembaca masih belum tepat.

Karena sudah saya tegaskan sebelum bab Intro, bahwa: jangan berharap ada informasi penting di sini, seperti biasa kita akan ngalor-ngidul membahas yang tidak penting.

So, jika Anda termasuk para pecundang, entah dalam game, asmara, perdebatan (baik debat kusir maupun debat kasur), ataupun dalam perlombaan (panjat pinang, nyalon anggota DPR, dsb) menurut filosofinya, Anda bisa memilih untuk:

  • Menyerah, terima apa adanya, dan berlapang dada
  • Mempelajari kekalahan Anda untuk mempersiapkan balas dendam
  • Memakai cara halus

Artinya, dalam permainan dan kehidupan, ingatlah konsep kalah menang, mungkin saja siap-siap untuk kalah itu lebih utama daripada siap-siap untuk menang, namun satu hal yang pasti, bahwa ‘kalah’ itu selalu berada di depan ‘menang’. Jadi kalau mau menang, jangan berada di depan.

Sebaliknya, jika Anda termasuk para pemenang, tolong ingat-ingat lagi siapa sebenarnya yang kalian kalahkan, apakah jika Anda menang berarti lebih mulia, lebih kaya, lebih tampan dari yang Anda kalahkan? (Jika jawabannya iya, berarti sungguh malang nasib orang yang Anda kalahkan. Bruakak)

Renungkan kembali bahwa Anda hanyalah sperma yang beruntung bisa menang melawan sperma lain yang berasal dari kantung yang sama dan tubuh yang sama. Anda hanyalah manusia yang menang melawan manusia lain yang berasal dari cikal-bakal yang sama, terlepas apa dan bagaimana konsep ‘cikal-bakal’ yang Anda imani.

Akhirnya, kita semua ingin menang, saya ingin jadi pemenang. Mari memainkan sesuatu yang bisa menang bersama-sama, main-main ke tempat ibadah misalnya. (Terserah mau buminya bola, piramida, kubus, gepeng, atau trapesium, yang penting beribadah dan berbuat kebaikan ke sesama manusia tetap jalan, OK?)

Tambahan dari JL: Main berbie aja kalau pengen menang terus. Mari main Berbie berjama'ah kalau begitu...

Jangan lupa main-main ke artikel main-main saya yang lain, saya tunggu komen, kritik, dan sarannya. Misal kamu siapa, saya di mana, kapan kita ke mana, dsb.

Wassalam.

(Ah, belum 2000 kata nih, belum komprehensif kata JL, gedebruk!)

Cover image's source: everydaygettingbetter.com
Tags

About The Author

Tuhuk Ma'arit 53
Expert

Tuhuk Ma'arit

Bodoh, miskin, dan pemalas. Lahir di Kotabaru (Kalimantan Selatan) pada tanggal 30 Januari 1988. Menulis adalah hal yang biasa bagi saya, saya sudah melakukannya sejak Sekolah Dasar. Saya sudah terbiasa menyalin contekan PR, dihukum menulis di papan tulis, menulis absen dari jarak jauh ketika bolos (mungkin bisa disebut mengisi absen secara online), menulis cerpe'an sebelum ulangan, dan menulis surat cinta di tahun 90-an. Tetapi, menulis ide orisinil adalah hal baru yang akan saya kembangkan. Semoga, amin. Sekarang saya bekerja tetap sebagai pengangguran. Hobi saya yang bercita-cita memberi pekerjaan kepada sejuta rakyat Indonesia adalah bermalas-malasan. Jika istri saya tidak mengetahui akun ini, berarti status saya adalah masih single dan available. Eh?
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel