Sulitnya Menemukan Penjual Pulsa di Pulau Harapan

13 Apr 2011 14:56 11619 Hits 0 Comments Approved by Plimbi

Sebuah nama untuk pulau, agar masyarakat memiliki harapan yang lebih baik lagi. Hampir rata - rata penduduk Pulau Harapan mendapatkan kiriman pulsa dari saudara yang didarat (Tangerang atau Jakarta) sehingga tidak ada yang menjual pulsa didaerah ini. Seandainya ada yang kehabisan pulsa, mereka hanya menghubungi saudara mereka yang didarat.

Liburan kali ini saya habiskan di Pulau Harapan. Dimana pulau ini adalah Pulau Terujung disemananjung gugusan pulau penduduk yang terletak di Utara Kepulauan Seribu dan berada pada satu pulau dengan Pulau Kelapa. Saya sampai di dermaga Marina pukul 06.00 dengan maksud agar masih mendapatkan tiket Kapal Kerapu dengan tujuan Marina - Pulau Kelapa. Akan tetapi, sesampainya saya pada antrian tiket, yang ada hanya tiket Kapal Lumba-lumba. Dari pada saya tidak mendapatkan tiket kapal menuju Pulau Kelapa, akhirnya saya memutuskan untuk membeli tiket Lumba-lumba yang jarak tempuh antara Marina - Pulau Kelapa sekitar 4 - 5 jam perjalanan (sangat berbeda jauh apabila menggunakan Kapal Kerapu hanya 2 jam perjalanan) dengan harga tiket kapal yang sama Rp. 30.000,- dan untuk Asuransi Rp. 2.000,-.

Setibanya di dermaga Pulau Kelapa, saya disambut oleh beberapa bapak - bapak ojek becak yang akan mengantarkan para pengunjung ketempat yang mereka inginkan. Saya sempat bertanya kepada Pak Udin ( abang becak ) tujuan saya adalah Pulau Harapan, tetapi kenapa tidak tercantum Pulau Harapan pada tujuan akhir saat menaiki kapal? Dan pak Udin bercerita bahwa Pulau Harapan dan Pulau Kelapa hanya dipisahkan oleh jalan berpaving dari dermaga ke ujung perbatasan jalan dimana masyarakat sekitar menyebutnya dengan jembatan. Di Pulau Harapan ini, (sangat jauh dari bayangan saya mengingat saya pernah mengunjungi Pulau Tidung sebelumnya) Dengan kepadatan penduduk sebanyak kurang lebih 1.100 jiwa terdiri dari 2 wilayah RW dengan 10 RT disetiap RW nya. Pulau Harapan memang tidak serindang Pulau Tidung akan tetapi masyarakat di Pulau Harapan juga sangat ramah. Masyarakat Pulau Harapan sebagian besar datang dari Pulau Kelapa dan Tangerang.

Menurut Pak Nawawi, Ketua RT 01/RW I, dahulu Pulau Harapan bernama Pulau Pelemparan, dimana pada jaman dulu pulau ini dijadikan tempat pelemparan masyarakat-masyarakat dari suku Bugis dan beberapa orang yang dianggap tidak baik oleh para "Tetua" (Orang pintar jaman dulu semacam Ketua Adat). Akan tetapi setelah beberapa tahun silam, nama Pulau Pelemparan diubah menjadi Pulau Harapan, dimana agar muncul harapan baru untuk kehidupan yang akan datang.

Pulau Harapan tidak begitu luas, tapi penataan dan pengaturan rumah penduduk sangat teratur dan sangat rapih. Dipulau ini kita tidak akan menemukan rumah bertuliskan "Guest House"Â atau Penginapan. Kalau bertanya tentang penginapan di Pulau Harapan, hampir seluruh masyarakat menyebutkan "Rumah Pak Rambo"Â. Rumah Pak Rambo sempat saya datangi, rumah tersebut dapat dibilang rumah yang paling mewah (saya kira) diwilayah Pulau Harapan. Kita dapat melihat hamparan air laut yang berwarna hijau tosca dari teras belakang rumah. Rumah ini dilengkapi fasilitas AC dan TV dengan jumlah kamar sebanyak 5 kamar yang dapat diisi sekitar 2 atau 3 orang perkamarnya. Harga perkamar sekitar Rp. 400.000 s/d Rp. 500.000,- tergantung dengan berapa jumlah orang yang menginap dalam satu kamar.

Saya tidak langsung menentukan akan beristirahat disitu, tapi saya memutuskan untuk terus berkeliling dengan menggunakan ojek becak. Berdekatan dengan Rumah Pak Rambo, akan kita temukan satu - satunya BTS yang berdiri di Pulau Harapan ini. BTS tersebut milik operator 3, yang telah beroperasi kurang lebih 6 tahun belakangan (info dari Pak Rambo). Akan tetapi, walau dipulau ini hanya terdapat BTS 3, sinyal yang paling kuat di pulau ini adalah XL (BTS dari Pulau Kelapa), diikuti oleh Telkomsel dan yang terakhir Indosat.

Menurut Pak Rambo dan Pak Udin, kalau memiliki nomor telepon dari operator Indosat, kadang seminggu tidak dapat sinyal kadang 3 atau 4 hari sekali sinyalnya baru ada, hal ini dikarenakan mereka menarik sinyal Indosat dari BTS Pulau Pramuka. Dan kita tidak akan menemukan satu rumahpun yang memiliki spanduk atau informasi bahwa mereka menjual pulsa atau voucher telepon selular. Saat saya bertanya kepada Pak Udin (abang becak), dia berkata bahwa hampir rata-rata penduduk Pulau Harapan mendapatkan kiriman pulsa dari saudara yang didarat (Tangerang atau Jakarta) sehingga tidak ada yang menjual pulsa didaerah ini. Seandainya ada yang kehabisan pulsa, mereka hanya menghubungi saudara mereka yang didarat. Sekalipun ada yang menjual pulsa, mereka hanya membantu tetangganya dengan tetap menghubungi saudara mereka didarat. BTS 3 yang merupakan satu-satu nya BTS di Pulau Harapan ini, hanya digunakan oleh masyarakat sekitar untuk Internet saja, meskipun telepon dengan operator 3 juga dapat dijangkau didaerah ini tapi mereka lebih condong menggunakan XL.

Di Pulau Harapan juga terdapat Puskesmas dengan dokter jaga 24 jam setiap harinya, akan tetapi untuk hari Sabtu dan Minggu, Puskesmas tersebut dijaga oleh suster yang kebetulan memang warga dari Pulau Harapan. Pada jaman dahulu, sebelum Puskesmas ini dibangun, masyarakat harus melakukan perjalanan dengan menggunakan kapal nelayan selama 1 - 2 jam untuk mencapai Pulau Pramuka.
 

Pemerintah Jakarta sedang berusaha membangun Pulau ini menjadi salah satu Pulau Wisata Pantai, ini dapat dilihat dari adanya pembangunan beberapa pendopo untuk beristirahat dan taman-taman dengan view langsung menghadap ke laut. Akan tetapi sangat disayangkan, usaha untuk membuat taman tersebut sepertinya masih harus tertunda, mengingat jika saya melihat kesekeliling, masih banyak taman, pendopo dan jalan paving yang belum terselesaikan.
 

Mata pencaharian masyarakat Pulau Harapan sebagian besar adalah nelayan. Dan kita akan menemukan tempat pembuatan perahu baik untuk perahu nelayan besar dan kecil serta perahu fiber (untuk boat kecil). Menurut Pak Udin, banyak Nelayan dari pulau lain yang memesan perahu ke tempat ini, khususnya dari Pulau Tidung, Pulau Pramuka dan kapal di Muara Angke. Karena selain memang sudah diakui kerapihan dan kekokohannya, harganya pun turut bersaing. Satu kapal nelayan besar berkisar antara 500 - 700 juta tergantung dengan model dan permintaan. Hal ini cukup sebanding dengan proses pembuatan kapal yang sangat lama sekitar kurang lebih 1 sampai dengan 3 bulan lamanya.
 

Setelah melewati Rumah Pembuat Kapal Nelayan dan Puskesmas, saya sampai juga dirumah Pak Nawawi Ketua RT 01/RW I. Dan saya dipersilahkan untuk singgah dirumah beliau, sembari mendengarkan cerita beliau selama tinggal di Pulau Harapan. Dikarenakan pada saat saya berkunjung ke Pulau Harapan sedang diadakan Pemilu Dewan Wilayah I dan II, sehingga Pak Nawawi tidak dapat bercerita lebih banyak lagi tentang Pulau Harapan.

Pemandangan di dermaga Nelayan dapat dinikmati juga dari pendopo - pendopo yang sedang dibangun

Jika ingin mengetahui lebih banyak tentang Pulau Harapan, ada baiknya berkunjung kesana. Selain kita dapat melihat hamparan laut yang sangat indah sejauh mata memandang, kita juga dapat melakukan olahraga air seperti Snorkeling atau Diving. Dengan biaya sewa kapal nelayan sebesar Rp. 500.000,- sampai dengan Rp. 750.000,- tergantung dengan jauhnya lokasi dan jumlah penumpang serta biaya peminjaman alat - alat snorkeling Rp. 35.000,- sedangkat untuk baju selam dan oksigen sekitar Rp. 750.000 - Rp. 900.000,- (harus pandai bernegosiasi untuk ini).
 

Walau Pulau Harapan belum merupakan salah satu Pulau Wisata, akan tetapi dengan keramahan dan keterbukaan masyarakat disana akan tetap meninggalkan kenangan yang manis. Ridya

About The Author

Plimbi Editor 999
Administrator

Plimbi Editor

Plimbi Chief Editor
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel