SAAT masih menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sempat kecewa dengan banyaknya peraturan daerah (perda) yang tidak diterapkan secara maksimal. Salah satu yang menjadi sorotan Jokowi saat itu adalah perda yang mengatur larangan membuang sampah dan berjualan di pinggir jalan.Â
Karena lemahnya penegakkan perda, warga pun tidak takut membuang sampah sembarangan dan para PKL (pedagang kaki lima) begitu bebasnya berdagang di sembarang tempat. Jokowi pun melakukan action. Perda ditegakkan, sanksi diberlakukan hingga pelanggarnya dikenai tindak pidana ringan.Â
Lalu bagaimana dengan penerapan perda di daerah? Ternyata banyak juga daerah-daerah yang perda-nya mubazir alias tidak pernah diterapkan. Di Kota Tangerang Selatan misalnya, Perda No. 4/2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang dibuat tahun 2016, baru disosialisasikan tahun 2017 ini.Â
Harus diakui, tidak semua perda yang telah disahkan oleh DPRD di berbagai daerah bisa berjalan sesuai yang diharapkan. Kondisi ini sebenarnya cukup ironis. Sebab, untuk membuat sebuah perda, pemerintah daerah membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Mulai dari proses merancang perda, pembahasan di tingkat DPRD, mengundang berbagai kalangan, ada studi banding, dan lain sebagainya.Â
Kerugian lainnya adalah waktu, tenaga dan pikiran yang tercurah untuk menggodok draf perda sebelum disahkan. Namun begitu jadi, banyak perda tak dijalankan. Pelanggar perda pun jarang ditindak. Padahal, dengan penindakan ini bisa menimbulkan efek jera bagi pelakunya dan hal ini juga akan membentuk budaya tertib dan sadar hukum bagi masyarakat.Â