Es doger Mak Jul

21 Apr 2016 17:30 4011 Hits 0 Comments
Cerpen
Honda Jazz silver yang terparkir di halaman gedung fakultas hukum, bergoyang. Seorang sekuriti memeriksa dengan senter bercahaya kuning—oranye di tangan kanannya. Sekuriti itu mengarahkan senter ke kaca depan mobil. Terlihat punggung seseorang di kursi kemudi dengan rambut yang terkuncir. Cahaya senter memperjelas lekuk tubuh seorang wanita yang sedang melepas kait bra hitam.
 
------
 
Ada yang sulit diperjelas dari kisah cinta. Bagaimana cara mereka terbentuk, mereka tumbuh dan mereka berakhir. Julia Asna Maurisa merasakan apa yang orang sebut dengan jatuh cinta. Rasanya seperti patah hati yang dibumbui dengan aroma yang mengundang. Tidak ada bedanya.
 
Kemarin, Julia mendengar kabar yang jelas tidak mengenakkan. Seorang sekuriti menemukan Haris Alif Bardja bercinta di dalam mobilnya dengan Gladys Sania Maharatni. Dosen cantik berumur 28 tahun. Dosen yang terkenal dikalangan mahasiswa-mahasiswa nakal. Caranya menatap seseorang dengan menggigit bibirnya, caranya mengedipkan mata, telah membuat banyak orang terpesona dengan kecantikannya.
 
------
 
“Jadi bener, kabar tentang Haris?” Seorang teman bertanya pada Julia.
 
Julia masih melamun, di sudut lorong gedung fakultas hukum. Pertanyaan dari temannya beterbangan entah kemana. Seorang teman yang mengerti banyak tentang Julia. Maurice, namanya. Bulir air mata Julia jatuh membasahi celananya. Maurice duduk mendekati Julia, merangkul Julia, mengelus halus pundaknya. Julia bersandar pada pundak Maurice. Tangisnya menjadi penghalang kata yang hendak keluar.
 
“Gila ya…” Kalimat Maurice terputus, melongo melihat Haris dan Gladys dalam satu mobil yang hendak diparkirkan di halaman gedung. Mereka saling mengecup bibir setelah mobil terparkir dan hendak keluar. Haris menatap Maurice dan Julia yang duduk berdampingan setelah menutup pintu mobil.
 
Haris dan Gladys bergandengan tangan seperti sepasang mempelai yang berjalan di karpet merah dalam pernikahan yang serba mewah. Mereka berlalu tanpa mempedulikan Maurice dan Julia.
 
“Gila ya, Bu Gladys itu kan udah punya suami.”
 
“Dan satu anak, umur satu tahun,” Seorang pria tiba-tiba duduk di sebelah Maurice.
 
“Eh Jo, darimana?” Tanya Maurice menatap Johan, seorang pria yang diam-diam mencintai Julia. Seorang pria yang tidak pernah lelah menunggu. Seorang pria yang dicintai Maurice.
 
“Tadi ada kelas, baru kelar,” Johan melirik Julia bertanya pada Maurice dengan tatapan yang membuat alisnya naik-turun.
 
“PMS, biasa perempuan,” jawab Maurice sok asik.
 
“Nggak pinter bohong kamu, Maurice.”
 
“Rumahku kebanjiran, Jo” Jawab Julia, bangkit dari pundak Maurice dan mengusap wajahnya yang dipenuhi air mata. Johan dan Maurice menahan tawa.
 
“Kenapa Mak Jul? Soal Haris lagi?” Tanya Johan dengan menahan sakit karena Maurice mencubit kakinya.
 
“Mak Jul, kaya nama penjual es doger depan kampus aja,” Jawab Julia, tertawa pelan.
 
“Nah pas, siang-siang gini minum es doger,” Maurice menawari.
 
“Ayo-ayo aja mah kalo aku, Mak Jul gimana? Mau nggak?” Tanya Johan.
 
“Yaudah ayo,” Julia bangkit berdiri, diikuti Johan dan Maurice.
 
“Tunggu, aku ambil mobil dulu,” Kata Maurice, mencari kunci di kantong Jeansnya.
 
“Yaelah, Cuma di depan aja. Jalan kaki-lah sekali-kali,” Jawab Johan.
 
“Iya Maurice nih, habisin bensin aja, mending dipake buat malam mingguan bareng Bagas,” Ledek Julia.
 
“Bagas udah ke laut, ngambang!!” Jawab Maurice.
 
Johan dan Maurice, dua orang yang mewarnai hidup Julia. Julia, Maurice dan Johan sama-sama tahu ada perasaan diantara mereka bertiga. Tapi, mereka memilih diam dan tidak membahasnya. Johan mencintai Julia, Maurice mencintai Johan. Julia memilih tidak menanggapi perasaannya atas Johan. Demi menjaga hubungannya dengan Maurice. Mereka bertiga adalah bukti bahwa status bukan hal yang harus dicari dan dipertanyakan apalagi didapatkan. Status hanya membuat orang-orang mati rasa.
 
------
 
Julia dan Haris belum resmi berpisah. Tapi, kabar putusnya hubungan mereka sudah menyebar ke seluruh kampus. Haris dan Gladys sudah tidak malu untuk menunjukkan kemesraannya di depan orang-orang. Haris yang menjadi idola banyak mahasiswi-mahasiswi nakal semakin percaya diri karena berhasil mengalahkan mahasiswa lain yang juga mengincar sensualitas Gladys Sania Maharatni. Haris menghiraukan teman-temannya yang mengatakan bahwa Gladys telah memilikki Suami dan seorang Anak. Haris mengetahuinya, Suami Gladys yang bekerja sebagai petroleum engineer membuatnya jarang pulang. Hanya beberapakali dalam setahun.
 
 
 
“Mak Jul!! Es doger tigaaa,” Suara Johan membuat orang-orang yang ada di lapak es doger Mak Jul menatapnya.
 
“Huss, berisik ah,” Kata Maurice, menjambak rambut Johan.
 
Julia hanya terkekeh melihat kelakuan Maurice dan Johan. Mereka duduk bersamaan dengan mengeluarkan ponselnya masing-masing.
 
“Yuk, dikumpulin, aku yang paling bawah, Maurice paling atas,” Kata Johan, menumpuk ponsel mereka.
 
“Apa pengaruhnya, coba?” Tanya Julia.
 
“Pengaruhlah, biarkan hape kita jatuh cinta,” Johan mengedipkan mata. Maurice dan Julia memanyunkan bibir.
 
“Yang hapenya pertama kali bunyi, boleh pegang hape, mainan, bales chat, semuanya pokoknya. Deal?” Tanya Maurice, mengacungkan jari kelingkingnya.
 
“Deal,” Julia dan Johan menempelkan kelingkingnya pada kelingngking Maurice, tanda setuju.
Tiga es doger yang dipesan sudah siap saji di depan mereka. Seperti biasa, karena Johan yang paling cerewet, dialah yang memimpin doa.
 
“Ya Tuhan, berkahi es doger ini, lancarkan kuliah kita, dan sadarkan Haris yang sok kegantengan, dan buatlah aku jadi lebih tampan daripada dia, agar Julia terpesona. Aamiin, berdoa selesai,” Mereka tertawa bersama, Julia dan Maurice menampar pundak Johan.
 
Beberapa menit mereka menikmati es doger. Ponsel Julia berdering. Julia melihat nama Haris di layar ponselnya. Dia membiarkan dering terus berbunyi. Membuat Maurice dan Johan saling menatap.
 
“Angkat tuh,” Kata Johan, menikmati es doger yang ada di mulutnya.
 
“Males ah, udah biar aja.”
 
Setelah tiga kali ponsel Julia berdering. Ponsel Maurice yang berada di tengah—diantara ponsel Julia dan Johan ikut berdering. Maurice langsung mengeceknya. Satu pesan via Whatsapp dari Haris.
 
“Nih, Haris nanyain kamu,” Maurice melihatkan ponselnya pada Julia.
 
“Julia lagi sama kamu nggak?... Jawab apa nih Jo?” Tanya Julia.
 
“Enggak, lagi mesra-mesraan sama Johan… Gitu” Kata Johan dengan es doger yang masih tersisa di mulutnya
 
“Oke,”  Beberapa detik Julia mengetik pesan, lalu memberikan ponsel kepada Maurice.
 
“Gila ah, cari mati kalian berdua,” Maurice menanggapi.
 
“Kalo aku mah, selama bareng Julia, oke-oke aja,” Johan mengedipkan mata ke arah Julia—Julia balas tertawa.
 
“Nih, Haris bales, mau kesini. Dia tahu kalo kita di sini,” Maurice menunjukkan ponselnya pada Julia.
 
“Bagus dong, bakal ada pe—rang!!” Johan mengangkat alis—Julia menatapnya.
 
Limabelas menit sejak mereka duduk. Honda Jazz silver milik Haris pelan-pelan berhenti di depan lapak es doger Mak Jul. Johan yang duduk di depan Maurice dan Julia melihat kaca pintu kemudi dibuka. Maurice dan Julia menoleh, Haris yang memakai kaca mata hitam tersenyum, di ikuti Gladys Sania Maharatni yang menyapa.
 
“Julia,” Haris melepas kacamata hitamnya, menatap Julia, “Kita Putus,” pelan kalimat itu keluar dari bibir Haris—Haris menarik kasar kalung yang ada di lehernya, lalu melemparkannya ke arah Julia. Menutup kaca mobil setelah Gladys mencium pipi Haris.
 
“Woo, kampret!!” Johan bangkit dan berteriak. Lalu mengambil kalung yang dilemparkan Haris. “JH?” Tanya Johan pada Julia yang menundukkan kepala. Maurice mencoba menenangkannya dengan mengelus halus punggung Julia.
 
“Julia—Haris,” Jawab Maurice.
 
“Johan Homo,” celetuk Johan, membuat Julia tertawa dan menatap Johan lalu memukul pertunya.
 
“Duduk, Jo,” Julia menarik kursi merah yang ada di sampingnya.
 
“Are you okay?” Tanya Maurice.
 
“Fine,” Senyum Julia, mengangkat Bahu.
 
“Bisa gitu ya, tuh laki kampret,” Johan ngupil.
 
“Johan!! Upilmu itu loh—nggilani,” Kata Maurice.
 
“Mau? Nih, nih…” Johan mengarahkan kelingkingnya ke Maurice. Julia tertawa, mencubit tangan Johan, membuatnya kesakitan dan mengelus tangannya cepat.
 
“Move on, Jul,” Maurice menatap Julia.
 
“Move on? Ngapain? Move on tuh nggak ada, itu kalimat yang diciptain sama orang-orang yang nggak bisa ngelupain mantannya. Makanya selalu bilang udah move on, biar dikira udah lupa, udah ikhlas, padahal… Boro-boro ikhlas, membuka diri buat orang lain aja susah. Itu kan bukti kalo dia belum bisa lupa apalagi Ikhlas,” Kata Johan sambil menghabiskan sisa es dogernya.
 
“Terus istilah yang tepat apa?” Tanya Maurice.
 
“Lanjutkan!!” Jawab Johan.
 
“Yeee… Kaya kampanye aja,” Maurice tertawa melihat Julia merebut es doger Johan.
 
“Berpindah—Berangkat dari masa lalu kita, mencari masa depan,” Julia menambahi.
 
“Nah, bener tuh. Tapi jangan sampe masa depanmu dipengaruhi sama masa lalumu,” Johan merebut es dogernya dari Julia.
 
“Yaelah, kaya ngerti aja kamu, Jo,” Ledek Maurice.
 
“Nih dengerin. Orang yang udah nikah dan punya anak aja bisa selingkuh. Apalagi yang baru pacaran. Jadi nggak ada gunannya-kan status kalo gitu, nggak penting!” Kata Johan menatap Maurice dan Julia.
 
“Terus apa dong yang penting?” Tanya Maurice, menyenggol pundak Julia. Tersenyum dan mengangkat alis berbarengan.
 
“Yang penting sekarang, kita habisin es doger ini, terus pergi. Nonton kek, ngopi pake sianida atau apalah gitu,” Johan menenggak habis es dogernya.
 
“Wooo!!” Julia dan Maurice menampar pundak Johan, membuatnya tersedak.
 
Tags

About The Author

Zahid Paningrome 37
Ordinary

Zahid Paningrome

Creative Writer
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel