Ketika Cinta Bicara (When Love Talks) Chapter 2

30 Mar 2016 15:51 6377 Hits 3 Comments
Pada Bab sebelumnya diceritakan bahwa Kayla diculik oleh dua orang tak dikenal di salah satu plasa di kota Medan. Pada bab ini sahabat karibnya Nina dan pacarnya Ringgo mencoba mencari tahu kemana Kayla yang tiba-tiba raib, dan juga Kayla yang tersadar dari pingsannya dan berusaha mencari jalan keluar dari tempat ia disekap.

 

Sudah sedari tadi Ringgo mondar-mandir di halaman depan rumah Kayla sambil menahan gelisah. Ia pun berusaha menenangkan dirinya dengan meminum kopi buatan Iis yang sudah dingin dan mencoba kembali menelpon Kayla.

“Nomor yang sedang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi.” Demikianlah terdengar berulang-ulang jawaban dari ponsel Kayla. Ringgo mencoba untuk tetap tenang. Ia pun teringat Nina.

“Halo, Nina?”

“Iya, bang. Ada apa bang?”

“Kayla masih di situ, Nin?”

“Enggak. Bukannya kalian ada janji kencan, bang?” Nina balik bertanya.

“Sampai sekarang dia belum pulang, Nin.” Ringgo mencoba menutupi kegelisahannya dengan berbicara pelan.

“WHUATT??!!” Dengan spontan Nina berteriak keras. Ringgo sampai harus menjauhkan ponsel dari telinganya.

“Tapi ini kan sudah jam sebelas malam. Jam setengah sembilan tadi dia sudah ninggalin saya di plaza. Tega nggak tuh? Saya sampai harus pulang naik taksi. Ke mana tuh anak ya?”

“Ya, itulah Nin. Abang juga heran. Abang sudah berkali-kali telepon  ke handphone-nya tapi tidak  aktif.  Apa  abang  harus  telepon  polisi ya?”

“Nggak usah dulu bang. Kita tunggu saja dulu. Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa. Apa perlu saya ke situ, bang?”

“Tidak usah Nin. Sudah malam. Nanti kamu yang kenapa-kenapa. Abang tunggu setengah jam lagi.”

“Kalau nanti Kayla belum pulang juga, bang?”

“Abang lapor polisi.”

***

 

“Tiinn!!, tiinnn!!!” Terdengar suara klakson mobil memecah kesunyian malam.

“Ya sebentar...!!” Iis yang baru saja membersihkan gelas bekas kopi tamunya di dapur segera bergegas membukakan pintu gerbang rumah tuannya.

“TIIINNN…!!!, TIIINNN...!!!” Kali ini suara klakson mobil itu terdengar lebih keras dari sebelumnya. Seseorang sepertinya sudah tidak sabar menunggu pembantunya membuka pintu gerbang rumahnya. Ia membuka kaca jendela sambil berteriak sekali lagi memanggil nama pembantunya. Iis tergopoh-gopoh membuka pintu gerbang rumah majikannya.

”Is, Kayla ada di rumah? Tadi ibu telepon ke ponselnya koq tidak diangkat ya?” Seorang ibu setengah baya lengkap dengan kebaya pesta dan yang tak lain adalah mamanya Kayla memunculkan kepalanya dari balik jendela mobilnya. Ia bersama suaminya baru saja pulang dari pesta pernikahan kerabat mereka.

“Belum pulang bu!!” Iis menyahut spontan.

“Lho? kemana tuh anak? Biasanya jam segini sudah di rumah!” Mamanya Kayla mengambil ponselnya dan menghubungi anaknya sekali lagi, namun hasilnya tetap sama.

“Saya juga heran, bu. Tadi bang Ringgo ada di sini, tapi...”

“Tapi apa Is? Ringgo-nya kemana sekarang?”

“Katanya dia ke kantor polisi...”

***

 

Selasa, 03.45 WIB…

Setelah lama tak sadarkan diri, Kayla akhirnya terbangun dan mendapati dirinya berada di lantai di suatu tempat yang tidak dikenalnya. Dalam posisi tidur telentang dengan kaki yang terikat dan tangan yang terikat di belakang badannya, ia mencoba bangkit kembali namun tak berhasil.

“Aku ingat sekarang. Ya Tuhan, mengapa bisa begini?” Kayla masih tidak percaya dengan apa yang dialaminya. Ia mencoba mengingat-ingat rupa dua orang yang telah menculik dirinya. Ada dua orang yang menculik aku. Yang berada di belakangku tangannya begitu keras mendekap aku. Sepertinya orangnya kekar dan berotot. Seorang lagi kurus tinggi, berkumis dan memakai kaca mata hitam. Rasanya aku pernah melihatnya, tapi di mana ya?, Ia membatin.

Dengan sisa-sisa kekuatannya, ia kembali mendongakkan kepalanya pelan. Sembari menahan nafas, sedikit demi sedikit kepalanya bergerak ke atas. Terus Kayla, terus. Kamu bisa, Kayla memberi semangat dirinya sendiri. Saat badannya bergerak, kembali ia merasakan sendi-sendinya ngilu dan kulit putihnya perih seperti habis dicambuk. Ia mencoba bertahan dan berusaha melupakan rasa sakit di tubuhnya dengan terus menggerakkan tubuhnya ke atas sampai ia dapat terduduk. Akhirnya ia berhasil. Kini ia dapat melihat dengan jelas, keadaan dirinya yang sebenarnya.

“Oh, my God!, what a mess!!” jerit Kayla pelan sambil menahan nafas. Ia melihat seluruh tubuhnya berbalut baju terusan warna coklat muda yang telah koyak dan legging ketat warna hitam yang sudah kotor dan lusuh. Ketakutan yang luar biasa mulai menyelimuti perasaan Kayla. Ia belum pernah merasa takut yang seperti ini sebelumnya. Ya Tuhan!!, apa yang harus kulakukan??

Sejenak Kayla limbung, tubuhnya seperti tidak menyentuh tanah. Seluruh perasaannya campur aduk, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sambil menahan rasa takut, ia mulai melihat ke sekeliling. Dengan bantuan sinar lampu yang remang-remang, Kayla melihat banyak barang-barang yang bertumpuk dan sudah berdebu berada di situ. Sebagian terbungkus koran dan sebagian lagi dibiarkan begitu saja. Ada dokumen-dokumen yang sudah tersusun dan diikat tali diletakkan di sebuah lemari, meja yang kehilangan satu kaki, kursi-kursi yang tidak terpakai lagi, dan barang-barang lain yang dibiarkan bertumpuk dan berdebu.

Kayla tersadar ia berada di sebuah gudang. Lambat laun pusing yang sejak ia tersadar ia rasakan, mulai menghilang. Sekarang Kayla sudah merasa tenang.

Masih dalam keadaan terduduk dengan tangan yang terikat ke belakang dan kaki yang masih terikat erat, perlahan ia menyeret pantatnya ke arah tembok terdekat di belakangnya agar ia bisa bersandar, debu-debu di lantai pun ikut beterbangan akibat ikut terseret. Ruangan yang panas dan pengap membuat sesak nafas Kayla.

Ketika ia sedang berpikir keras mencari cara melepaskan ikatan di tangannya sambil menemukan tempat bersandar, sejurus ia melihat sebuah meja dalam keadaan terbalik yang salah satu kakinya patah dan di ujung patahan tersebut ia melihat ujung paku yang dapat digunakan untuk melepaskan talinya.

Terima kasih Tuhan! jeritnya dalam hati. Seperti tidak peduli dengan keadaannya yang lemah, Kayla langsung mengarahkan tubuhnya ke tempat paku itu berada. Dengan sekuat tenaga ia menyeret-menyeret tubuhnya kembali ke arah depan. Dengan susah payah Kayla terus berjuang karena tangan dan kakinya masih dalam keadaan terikat. Keringat mulai mengucur deras di keningnya. Ketika sampai, Kayla masih harus berdiri lagi dan memutar badannya dan membelakangi paku tersebut. Ia menarik nafas panjang sejenak dan hup!. Ia mencoba langsung berdiri tapi tak berhasil.

“Astaga! Susah juga rupanya!” Kayla setengah berteriak. Setengah putus asa ia mencoba lagi.  Kali ini dengan cara lain. Ia mengepalkan kedua tangannya dan menekannya ke lantai. Sedikit demi sedikit ia mengangkat tubuhnya ke atas sambil kakinya menahan tubuhnya agar tidak terjatuh lagi. Sambil menggigit bibirnya, ia mencondongkan kedua lutut kakinya kedepan menuju lantai kemudian menahannya dengan mata kakinya. Setelah susah payah ia berjuang, akhirnya jerih payahnya membuahkan hasil. Kayla siap untuk berdiri. Sampai di sini ia berhenti sejenak mengatur nafasnya dan berusaha mengembalikan energinya yang sudah terkuras. Setelah ia merasa kuat, Kayla mencoba sekali lagi. Sekarang ia sudah berdiri tegak.

Ketika ia berusaha untuk melepaskan tali yang masih mengikat tangan dan kakinya, tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki. Dalam sekejap detak jantungnya berdegup kencang. Suara itu semakin mendekat.

“Oh my God!, bagaimana ini?” Tanpa pikir panjang lagi, Kayla langsung mendekatkan tangannya ke arah paku lalu menggesekan tali tambang itu berulang kali.

“Cepat, cepat!!” Kayla menyemangati dirinya sambil terus menggesekkan tali tersebut sampai putus. Degup jantungnya yang kian kencang hampir membuat ia pingsan. Ia takut usahanya sia-sia. Suara langkah kaki itu semakin jelas terdengar.

“Sreeett…” terdengar suara pintu terbuka.

Mendengar suara pintu yang dibuka, Kayla langsung memejamkan matanya. Seperti patung yang membeku, ia mematung sambil menggigit bibirnya agar tidak berteriak karena ketakutan. Sedetik kemudian suasana menjadi hening. Suasana yang hening itu membuat Kayla penasaran dan memberanikan diri untuk membuka matanya. Ia melihat ke arah pintu gudang dan ternyata pintunya masih tertutup.

Oh, syukurlah!, bukan pintu ini yang terbuka, Kayla bernafas lega. Namun ia belum sepenuhnya lega karena masih belum keluar dari tempat itu. Kembali ia melaksanakan niatnya yang sempat terhenti. Setelah berkali-kali menggesekkan tali tersebut, akhirnya terlepaslah tangan Kayla dari tali tambang yang membelenggu kedua tangannya. Tanpa dikomando ia langsung melepaskan tali yang mengikat kedua kakinya.

“Merdeka!!” Kayla berteriak pelan sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sebagai ekspresi luapan kesenangannya.

Suara langkah kaki itu kembali terdengar, tapi kali ini terdengar lebih jelas dari sebelumnya. Sekarang Kayla benar-benar yakin kalau suara langkah kaki itu menuju ke arahnya…

***

 

Selasa, 02.34 WIB…

Nina berlari kecil mengejar Ringgo yang baru saja keluar dari ruangan kantor polisi. “Bang Ringgo, ini Nina!! Sudah ada kabar dari Kayla, bang?”

“Nina! Koq kamu nekat subuh-subuh begini kemari. Kan kamu bisa telepon abang.” Ringgo kaget mendengar suara Nina dan tidak menyangka kalau sahabat setia pacarnya akan datang ke kantor polisi.

“Aku nggak tenang, bang. Begitu abang bilang ada di sini, aku langsung kemari. Aku benar-benar kuatir, bang.” Nina tidak dapat menyembunyikan kekalutannya.

“Sudah, kamu tidak usah kuatir. Kita sudah serahkan pada polisi, biar polisi saja yang menyelesaikan.” Ringgo berusaha menenangkan.

“Oh ya, mamanya Kayla baru saja menelepon.”

“Apa kata tante, bang?”

“Ia minta tolong abang untuk mencarikan Kayla…,”

Belum selesai Ringgo bicara, tiba-tiba Nina menjerit, “Ya ampun, jangan-jangan Kayla diculik!!!”

Ringgo tercekat. “Sssttt!!! Jangan ngawur kamu. Mana mungkin ia diculik. Dia tidak punya musuh. Kamu kebanyakan nonton film spy ya?”

“Aduuhh…, jaman sekarang, still happen kaleee…” Nina sewot. Ringgo pun terdiam.

“Kalau Kayla diculik, mungkin mobilnya masih disana…”

“Jadi maksud kamu, Nin?”

“Kita ke tempat kami tadi shoping, bang. Bagaimana?”

Ringgo mengangguk. “Oke, kita ke sana sekarang!”

Now, the adventure begin!

***

 

Pagi-pagi buta Ringgo dan Nina memulai petualangannya mencari Kayla. Setelah Nina menyuruh teman kostnya pulang, bersama dengan Ringgo mereka menuju ke plaza tempat dia dan Kayla berbelanja sebelumnya. Ringgo melajukan motor RX Kingnya dengan kecepatan tinggi, membuat Nina terpaksa harus memeluknya.

Akibat pelukan erat Nina yang membuat tubuhnya menjadi hangat, Ringgo pun teringat ketika sepekan lalu sebelum kejadian ini, ia dan Kayla hendak menghabiskan malam di restoran Tip Top, sebuah restoran tua peninggalan zaman Belanda yang terkenal di kota Medan. Saat dalam perjalanan, Kayla memeluk dirinya dengan mesra. Kenangan itu belum bisa terhapus. Belum lagi kenangan-kenangan indah lainnya. Ringgo tersenyum-senyum sendiri. Pelukan hangat yang ia rasakan membuat tubuhnya otomatis bergerak-gerak sendiri. Kontan hal itu menyadarkan Nina, ia pun merenggangkan pelukannya.

Iihh, pasti dia lagi Piktor, pikiran kotor. Reseh banget sihh!!, sungut Nina dalam hati, risih.

“Bang, sebentar lagi kita sudah sampai,” kata-kata Nina memecah kesunyian sambil berharap Ringgo memperlambat laju motornya.

Seolah-olah tidak mendengar permohonan Nina, Ringgo tidak berniat sedikitpun memperlambat laju motornya. Ia hanya ingin cepat sampai dan semua dapat segera berakhir.

Aduh, ini orang nggak pengertian banget sih! Nggak tau orang kedinginan apa... Sebel! gerutu Nina dalam hati sambil merapatkan jaket ke tubuhnya mencoba mengusir dinginnya malam yang menggigit tubuhnya. Bisa dibayangkan raut wajah Nina saat itu. Ringgo pun tidak enak hati saat Nina mulai melepaskan kedua tangannya dari tubuhnya. Ia pun mengurangi kecepatan motornya.

Tak terasa, setelah sepuluh menit berlalu, mereka sampai di tempat tujuan.

“Kita berhenti di sini saja, bang. Dekat kantor satpam,“ pinta Nina sambil turun dari motor. Ringgo menghentikan laju motornya tepat di kantor satpam di plaza tersebut.

“Selamat malam, pak Satpam. Maaf, mengganggu…”

“Ya, ada yang bisa kami bantu, pak?”

“Saya mencari teman saya dan sampai sekarang belum pulang. Kebetulan ia bawa mobil dan mobilnya masih diparkir di sini. Kira-kira mobilnya masih ada tidak ya ?”

“Ciri-cirinya pak?”

“Kijang Innova warna biru metalik. Nomor BK-nya 741 LA.”

“Sebentar ya, pak. Kami cek dulu.”

“Kita cek langsung saja ke tempat parkirnya, pak. Saya tau koq tempatnya.” Nina menyanggah.

“Ya, pak. Tolong kami pak. Kami takut kenapa-kenapa dengan teman kami.” Ringgo menimpali.

“Ngg… bagaimana ya…” Pak Satpam menjawabnya dengan sedikit bimbang.

“Bapak nggak usah ragu. Kami tidak bohong, kog. Tolong kami lah pak.” Nina berusaha merayu. Melihat wajah Nina yang memelas, pak Satpam akhirnya merasa kasihan.

“Begitu ya…Ya boleh lah…” setengah ragu menjawab, akhirnya pak Satpam ini mengijinkan mereka masuk.

Nina melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa menuju tempat parkir dimana Kayla memarkirkan mobilnya. Sambil mengingat-ingat, Nina berusaha meyakinkan dirinya bahwa tidak terjadi apa-apa dengan Kayla. Tidak sulit bagi Nina untuk menemukan mobil Kayla yang terparkir satu-satunya di tempat parkir tersebut.

“Itu mobilnya bang!” Nina menjerit senang.

Tanpa dikomando, Ringgo yang sebelumnya berjalan paling belakang langsung berlari kencang menuju ke mobil Kayla. Nina pun menyusul. Pak Satpam yang sejak awal tidak mengerti apa yang terjadi, menjadi tambah bingung dan hanya bisa terbengong-bengong seperti sapi ompong.

“Kayla!! Kayla!!” pekik Ringgo yang langsung menggedor kaca pintu mobil Kayla begitu sampai. Dengan wajah panik, Ringgo mendekatkan wajahnya ke kaca mobil dan melihat ke dalam.

“Kayla!!” Nina ikut memanggil Kayla sambil menangis. Perasaannya benar-benar kalut.

Sekali lagi Ringgo menggedor-gedor pintu mobil Kayla sambil mencoba membuka pintu mobil Kayla. Pintu terbuka. Spontan Ringgo langsung masuk ke dalam dan memanggil Kayla.

“KAYLAAA!!!”

Begitu melihat pintu mobil bagian depan dibuka Ringgo, Nina pun ikut membuka pintu yang di bagian tengah. Namun mereka tidak menemukan Kayla. Yang ada hanya barang-barang belanjaan Kayla yang berserakan di kursi tengah mobil. Perasaan kalut dan panik benar-benar menggelayuti perasaan mereka saat itu. Nina menangis menjadi-jadi. Ringgo tidak tahu lagi harus berbuat apa. Ia memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut, sambil menuju ke arah Nina dan memeluknya. Suasana benar-benar haru. Tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut mereka berdua. Yang ada hanya suara tangisan Nina. Sampai akhirnya terdengar suara dari pak Satpam ;

“Bang, saya ada menemukan sapu tangan. Apa sapu tangan ini punya teman kalian?”

***

 

Kayla sedang bersiap-siap mengayunkan sebatang kayu yang berasal dari potongan kaki meja yang sudah terlepas dan mengarahkannya ke arah pintu. Suara langkah kaki yang menuju ke arahnya itu semakin jelas terdengar. Perlahan pintu terbuka. Kayla yang bersembunyi di belakang pintu sedang menunggu waktu yang tepat untuk mengarahkan pukulannya ke arah lawan. Seorang laki-laki kurus tinggi perlahan-lahan masuk sambil membawa sesuatu di tangannya.

“Halo, manis. Waktunya makan.” Lelaki itu belum menyadari kalau Kayla telah siuman dan kini tepat berada di belakangnya. Sedetik kemudian dia langsung tersadar begitu melihat tali yang dipakai untuk mengikat korban berserak di lantai. Secara otomatis ia pun menoleh ke belakang. Saat itu juga dengan cepat Kayla mengayunkan senjatanya dan mengarahkannya tepat di wajah sang lelaki tersebut.

“BUUKKK!!!” Lelaki itu terjatuh. Tanpa sempat melihat wajah lelaki tersebut, Kayla langsung berlari keluar sambil tangannya memegang balok kayu erat. Setengah tersadar, lelaki tersebut berusaha berdiri. Akibat pukulan yang keras, lelaki itu kepayahan untuk berdiri. Hidungnya berdarah.

“WOOOIII!!! TAWANAN KABUR!!!” Lelaki itu berteriak keras.

“Waduhh, gawat!!” Mendengar teriakan musuhnya, hati Kayla ciut.

Kayla terus berlari tak tahu arah. Ia berada di sebuah ruangan seperti gang yang di kiri kanannya terdapat banyak kamar.

“Aku di mana ya?” Kayla benar-benar bingung dengan keberadaan dia saat itu. Dengan wajah pucat pasi menahan takut, ia berusaha mencari tempat yang tepat untuk sembunyi.

“Kawan!!! Tawanan kita kabur!!! Kejar!!!” teriakan lelaki itu kembali terdengar.

“Brengsek!!” Kayla mengumpat. Tanpa pikir panjang ia langsung masuk ke sebuah kamar yang tepat berada di sebelah kanannya. Begitu ia membuka pintu, dua orang laki-laki berwajah sangar dan berbadan gempal serta seorang lagi yang berbadan gendut sudah berada di depan pintu. Kepulan asap rokok yang sejak sebelumnya berada di dalam ruangan tersebut ikut menyembul keluar seiring dengan keluarnya si gendut berwajah jelek yang dengan sigap langsung berancang-ancang menangkap Kayla. Seperti singa lapar yang siap menerkam mangsa, tangannya berusaha meraih tangan Kayla.

“He…he...he… Mau kemana kau, cantik?” Si gendut tertawa mengejek.

Kayla panik. Dengan potongan kaki meja yang masih ia pegang erat, ia memukul tangan lelaki tersebut.

“AAAKHH!! Kurang ajar!!” Si gendut itu berteriak kesakitan.

Dua orang pria yang lain sudah berada di belakang Kayla dan siap untuk menangkapnya. Kali ini Kayla benar-benar terjebak.

“TIDAAAKK!!!” jerit Kayla putus asa. Sedetik kemudian, mereka berhasil menangkap kembali Kayla. Kayla meronta-ronta, tetapi sia-sia. Layaknya rusa yang berhasil diterkam singa dan tinggal menunggu tubuhnya dicabik-cabik, demikianlah kondisi Kayla saat itu. Kayla menjerit keras sambil menangis meronta-ronta.

“STOOOPP!!!. Sudah, hentikan!!” terdengar suara lantang seorang lelaki. Teriakannya yang keras cukup untuk menghentikan singa-singa lapar itu melakukan aksinya.

“Maaf, bang. Tawanan kita ini berusaha kabur, bang!” Lelaki kurus yang sempat merasakan wajahnya dipukul Kayla membela teman-temannya.

“Ya sudah! Bawa dia ke ruangan Boss!” Laki-laki yang dipanggil “Bang” oleh anak buahnya ini langsung berbalik badan dan kembali lagi ke ruangannya.

Kayla yang samar-samar mendengar suara “Si Abang” ini tidak sempat melihat wajahnya. Tapi ia merasa familiar dengan suara tersebut. Peristiwa yang mencengangkan bagi Kayla ini benar-benar tidak pernah terpikirkan oleh dia sebelumnya. Sampai di sini Kayla masih belum mengerti mengapa semua ini bisa terjadi.

 

BERSAMBUNG 

About The Author

Arya Janson Medianta 46
Ordinary

Arya Janson Medianta

0813 7652 0559 (WA) Arya_janson@yahoo.com

Comments

You need to be logged in to be able to post a comment. Click here to login
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel