Persekusi Ulama di Indonesia dalam Sudut Pandang Hukum Islam

23 Jan 2019 20:58 1812 Hits 0 Comments
Tentu yang menjadi pertanyaan adalah apa yang dimaksud "Persekusi Ulama"?

Sebagaimana kita ketahui beberapa waktu yang lalu telah terjadi kasus yang dialami para Ulama besar di Indonesia, diantaranya Ustadz Abdul Somad, Habib Bahar Smith dan masih banyak lagi Ulama lainnya yang khalayak ramai menyebutnya "Persekusi Ulama". Tentu yang menjadi pertanyaan adalah apa yang dimaksud "Persekusi Ulama"?. Istilah "Ulama" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan Agama Islam. Untuk kata "Persekusi" sendiri berasal dari Bahasa Inggris "Persecution", yang terjemahannya Penyiksaan, Penganiayaan, dimana menurut KBBI memiliki arti Pemburuan sewenang-wenang terhadap seseorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah atau ditumpas. Padahal Islam adalah agama yang paripurna, pesan-pesan ahlaknya indah dan meneduhkan. Melalui hidup Rasulullah, kita melihatnya sebagai agama masa depan, dalam keselamatan dan solusi bagi berbagai persoalan. Kini melalui bimbingan para ulama, kita melihatnya bak Oase di tengah padang tandus yang kering. Kehadirannya menumbuhkan tunas-tunas harapan.

Jika dilihat dari kata "Persekusi", “Persekusi” memiliki makna yang sama dengan "main hakim sendiri". Main hakim sendiri bukan hanya secara fisik, tetapi secara mental pun bisa dan bisa merugikan diri sendiri maupun orang disekitar korban. Di dalam Syariat Islam pun perbuatan main hakim sendiri sangat dilarang dan Allah pun membenci siapa saja yang melakukan perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 90 yang memiliki arti “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An-Nahl [16]: 90).

Selain itu perbuatan main hakim sendiri merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 dan Pasal 33 ayat (1) dari UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 dan 33 Ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Di dalam 2 Pasal tersebut dijelaskan bahwasanya kita sebagai Warga Negara Indonesia mempunyai hak yang sama di mata Hukum Indonesia. Dalam kasus "Persekusi Ulama" ini hak para Ulama untuk beragama, kebebasan pribadi dan pikiran para Ulama dalam menyampaikan tausyiah mereka kepada jama'ah, seharusnya tidak boleh diganggu gugat oleh siapa pun juga, kecuali cara para Ulama tersebut dalam menyampaikan tausyiah-nya malah melanggar Hak Asasi Manusia orang lain.

Efek yang terbesar dan paling berpengaruh dari kasus "Persekusi Ulama" tersebut adalah komentar dari masyarakat Indonesia yang mayoritas umat Muslim meminta untuk STOP persekusi terhadap Ulama yang hendak melakukan Tabligh, Ceramah atau Kajian, karena hal itu merupakan ancaman yang serius terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tentu saja persoalan "Persekusi Ulama" tersebut mengundang banyak asumsi negatif dari masyarakat Indonesia yang mempertanyakan apa sebenarnya yang Pemerintah Indonesia lakukan dan pikirkan. Tidak menutup kemungkinan pandangan masyarakat Indonesia tentang Pemerintahan saat ini ada yang berubah dan bisa saja tidak percaya pada Pemerintah Indonesia yang sedang menjabat saat ini. Apalagi jelang Pemilu serentak yang akan diadakan pada tanggal 17 April 2019 dan tentu saja suara Rakyat menjadi obyek yang penting untuk masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Meskipun banyak masyarakat Indonesia yang kurang atau bahkan tidak peduli dengan kasus "Persekusi Ulama" ini, tetapi masyarakat yang melihat para Ulama sebagai guru mereka ternyata mengalami persekusi, tentu akan memiliki pandangan yang sangat berbeda dengan masyarakat Indonesia lainnya. Hal ini dapat menjadi masalah besar bagi Pemerintah Indonesia apabila masyarakatnya sudah tidak mempercayainya. 

Kita sebagai sesama anak bangsa di Negara Indonesia ini harus saling bersatu, dan saling megerti serta memahami dalam perbedaan yang ada. Kita boleh berbeda pola pikir dan pola pandang serta boleh berbeda pilihan dan dalam segala hal, namun kita tidak boleh berbeda “Ahlak dan Budi Pekerti” dalam menghadapi perbedaan yang ada. Tak ada derajat yang lebih tinggi dari pada prasangka baik,karena didalam prasangka baik terhadap keselamatan dan keberuntungan.

Untuk pendapat dari penulis sendiri, Untuk kasus "Persekusi Ulama" ini tergantung dari pihak Ulama dan pihak Petinggi Negara dan/atau pihak Penegak Hukum dalam menyikapi dan melihat persoalan yang sedang mereka hadapi. Apa pun kasus permasalahannya dan Peraturan Perundang-undangan apa yang nanti akan dipakai dalam kasus tersebut tentu harus disikapi dengak bijak, agar tidak merugikan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus "Persekusi Ulama".

Tags

About The Author

Ridholina Kurniaputri 11
Novice

Ridholina Kurniaputri

mahasiswi
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel

From Ridholina Kurniaputri