Labirin Tak Berujung (The Endless Maze) - Part 7

8 Mar 2017 01:41 12518 Hits 1 Comments
Apaaa? Sudah terlambat? Nasi sudah jadi bubur? Jadi benar aku sudah mati? Ario kaget bukan kepalang. Meski terdengar pelan dan parau, ia yakin tidak salah dengar perkataan kakaknya. Bulu kuduknya berdiri. Oh, tidaakk! Aku sudah mati!

Ku Ingin Bersamamu

 

Labirin Tak Berujung - Part 6

Gambar diambil dari http://codinganku.blogspot.co.id/

 

“Dokter!! Dokter!! Tolong suami saya dok, denyut jantungnya melemah!” Dira berteriak ke arah salah seorang dokter jaga dan tanpa sungkan menarik tangan dokter tersebut dengan paksa.

Tanpa menunggu waktu lama, seorang dokter dibantu tiga orang suster sudah berada di kamar VIP tempat Ario berbaring. Dengan cekatan mereka mempersiapkan segalanya.  

Tampak seorang suster sibuk mengutak-utik dan memencet tombol monitor EKG, sementara dua orang lagi stand by disamping sang dokter yang sedang berupaya meningkatkan detak jantung Ario yang semakin lambat berdetak dengan menghujamkan alat kejut jantung ke dada Ario.

Bunyi suara EKG terdengar semakin lambat seiring dengan grafik dalam monitor yang lebih sering terlihat garis datarnya dibanding garis kurva. Melihat itu Dira semakin menjerit histeris.

“Arioooo!!”

“Tenang, ya bu. Tenang!” seorang suster berusaha menenangkan Dira.

“Ada apa ini? Ario kenapa Diraaaa?” Seorang ibu setengah baya datang tergopoh-gopoh dan langsung memeluk Dira. Di belakangnya juga muncul pria setengah baya masuk ke kamar Ario dan ikut memeluk Dira.

“Mamaaa!” Dira balas memeluk ibu dan ayahnya sambil menangis tersedu-sedu. Ia tidak mampu lagi menjawab pertanyaan ibunya.

Dokter masih berusaha sekuat tenaga menyelamatkan nyawa Ario yang tak lain adalah temannya sendiri. Ia mengoleskan gel ke dada Ario lalu menghujamkan lagi alat kejut jantung itu ke dada Ario.

“Arioo! Arioo!” Dira berteriak memanggil nama suaminya. “Arioo, bangun Beib! Bangun sayang!” Dira terus memanggil nama suaminya, semakin lama semakin keras. Ia tidak peduli lagi dengan keadaan sekitar.

Teriakan Dira ternyata membuat grafik yang membentuk kurva bergerak lebih cepat dari sebelumnya namun masih belum normal. Melihat hal itu, Dira melepaskan pelukan mamanya dan berlari ke arah Ario. Dira berteriak keras di telinga kanan Ario, berharap Ario tersadar dari komanya.

 “Ariooo!! Bangun Arioo!! Jangan tinggalkan kami Beib! Bangunlahh!” Dira berteriak dan menangis sejadi-jadinya. Bulir-bulir air matanya tumpah mengenai wajah Ario.

Melihat adanya progres, sang dokter tidak mencegah Dira, ia memberi isyarat kepada susternya untuk membiarkan Dira.

Detak jantung Ario merespon suara Dira. Perlahan tapi pasti, denyut jantung Ario pun mulai kembali normal. Semua yang ada di ruangan itu akhirnya bisa tersenyum lega. Dira langsung memeluk suaminya yang masih tertidur, sambil berharap tidak akan melepaskan pelukannya.

 

 

Tags

About The Author

Arya Janson Medianta 46
Ordinary

Arya Janson Medianta

0813 7652 0559 (WA) Arya_janson@yahoo.com

Comments

You need to be logged in to be able to post a comment. Click here to login
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel