Perempuan dalam Kancah Parpol

2 Nov 2016 18:42 2561 Hits 0 Comments
Perempuan dulu sangat berbeda dengan perempuan sekarang. Perempuan tidak hanya identik dengan masak, macak, dan, manak yang ini bisa dikaitkan dengan perempuan di ruang privat. Ini berbanding terbalik dengan perempuan zaman sekarang, perempuan tidak hanya berperan di ruang privat tapi bisa di ruang publik dengan contoh di partai politik.Dulu partai politik didominasi oleh kaum adam tetapi sekarang kaum hawa ikut berperan

Secara konsep sosial gender akan mencetuskan kesenjangan peran laki-laki dan perempuan ditengah-tengah masyarakat saat ini. Secara umum akan membedakan peran, tanggung jawab, dan fungsinya. Permasalahan yang sering terjadi, ketimpangan gender adalah di keluarga khususnya pasangan suami istri, di masyarakat yang notabennya masih jauh dari wilayah perkotaan masih memegang adat istiadat nenek moyang terdahulu bahwa si istri tugasnya 3M yaitu macak, masak, dan manak. Sedangkan si suami  bertugas mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Disinilah ketidakadilan gender muncul.

Konteks saat ini,  konsep itu akan tidak sinkron, karena suami dan istri punya peran dan tanggung jawab yang sama. Perempuan mempunyai peran yang sama di ruang publik seperti laki-laki. Dengan tidak meninggalkan kewajibannya sebagai istri, dan laki-laki bisa membantu pekerjaan seorang istri dikala dia tidak ada kesibukan. Dari permasalahan ini ada ketimpangan dalam mencari pekerjaan,  sering terjadi di setiap instansi pemerintahan bahkan non-instansi pemerintahan.

Digambarkan pada struktur  instansi pemerintahan, dimasa tradisional perempuan dibatasi dinding kebebasan dan kesenjangan, perempuan tidak layak mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki. Misalnya di kursi partai politik atau di kursi DPR, dari partai tersebut menyisihkan sedikit untuk perempuan bahkan tidak sama sekali, ini sudah menjadi hal yang sangat wajar dikarenakan mayoritas negara di ASEAN menganut sistem yang sedemikian rupa, sehingga perempuan sangat sulit untuk berproses.

Ini berbanding terbalik dengan negara-negara barat, khususnya negara maju. (sumber: Apa Kabar Indonesia, TV One) Amerika Serikat dan Jerman  menyisihkan 20% - 25% perempuan berkontribusi untuk pemerintahan. Dilihat dari kontribusinya,  perempuan di partai politik bahkan DPR hanya diam dan tidak tau arah dari politik yang diterapkan oleh partai tersebut. Banyak spekulasi muncul bahwa perempuan tidak mempunyai power seperti laki-laki. Di era perpolitikan tradisonal, cenderung menyudutkan pihak perempuan. Melihat realitanya, wakil rakyat perempuan hanya segelintir dan yang cakap akan memimpin dan tahu fungsinya sebagai wakil rakyat pun sedikit, dari sinilah terjadi ketimpangan yang sangat signifikan.

Di non-pemerintahan semisal di kantoran, justru perempuan lah yang dianggap cakap untuk bekerja dikarenakan passion perempuan cocok untuk dikantoran, banyak tender-tender besar yang bisa diraih oleh hasil kerja keras perempuan. Meskipun di kantoran yang mendominasi laki-laki, tapi, dari segi kualitas perempuan yang sangat berperan,

Kita bisa membandingkan peran laki-laki dan perempuan dari segi pekerjaan dibidang instansi pemerintah dan non-instansi pemerintah terjadi kesenjangan yang sangat signifikan. Tapi, di era politik post-modern, kita tidak bisa mengesampingkan kualitas dari perempuan, perempuan tidak mau menjadi pelengkap atau anak buah dari laki-laki melainkan bisa berperan untuk bisa seperti laki-laki, ini berbanding terbalik dengan era tradisonal bahwa perempuan hanya sebagai pelengkap dan hanya bisa diam, diam, dan diam.

Era saat ini, perempuan meninggalkan apa saja yang terjadi pada era tradisional. Bisa dilihat kondisi saat ini, banyak wakil rakyat dan kepala daerah yang notabennya adalah perempuan. Perempuan disinilah menghapuskan peran gender yang dulu sering terjadi. Dalam dunia apapun perempuan tidak sungkan-sungkan untuk memasuki dunia itu secara total, prinsip dari penyetaraan gender mayoritas akan mereka jalani. Di dunia perpolitikan entah partai yang paling kuat semisal PDI-P, Golkar bahkan Demokrat dan partai kecil sekalipun mesti mempunyai kader perempuan.

 Dari sisi inilah perempuan akan  bisa dihargai oleh siapapun. Dulu kursi di DPR atau partai politik hanya sedikit, tapi sekarang akan dicanangkan di dalam UU nomor 8 tahun 2012 sebesar 30% untuk perempuan agar mampu bersaing di era yang besar seperti ini. Ini sudah di jalankan oleh partai politik di Indonesia dengan memberikan kursi 30% terhadap perempuan.

Tags

About The Author

opini rakyat 22
Novice

opini rakyat

ingin mengekspresikan segala sesuatu ke dalam tulisan
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel