Pelacur Waktu

2 Oct 2016 18:28 2402 Hits 0 Comments
Cerpen
Hujan sore ini menciptakan kekhawatiran pada banyak orang. Seorang pria harus mengejar penerbangannya menuju Amsterdam. Ananta namanya, dia masih berada dirumahnya dua jam sebelum pesawat lepas landas. Berulang kali dia memesan taksi online, namun gagal. Tak ada satu driver pun yang merespon pesanannya. Jarak dari rumahnya ke bandara cukup jauh, memakan waktu hampir satu jam dalam keadaan lalu lintas yang lancar.

 

 
Lima menit menunggu pesanan taksi online yang tak kunjung memberikan notifikasi pasti. Ananta memutuskan menyetir mobilnya sendiri menuju bandara. SUV Chevrolet hitamnya melaju kencang membelah hujan yang semakin deras. Jalanan cukup lancar, disaat orang-orang mengistirahatkan tubuh, melepas penat selepas bekerja. Ananta harus mengejar sesuatu, belum pernah dia sesemangat ini setelah banyak yang diambil dari dirinya. Amsterdam telah menciptakan kenangan buruk bagi dirinya setahun yang lalu. Tak ada yang mengerti kemana perasaan bermuara. Dia hanya mencoba mengikuti kata hatinya, sekali lagi.

 

 
Seorang teman membalas status check in di akun Pathnya. Pramugari maskapai penerbangan yang kebetulan akan ada dalam satu pesawat bersamanya, menuju Belanda. Namanya Inneke. Ananta tersenyum, membalas komentar Inneke yang mengajaknya bertemu. Inneke adalah wanita yang memberikan luka pada Ananta setahun lalu. Yang membuatnya tak pernah lagi berkunjung ke Amsterdam sejak saat itu. Tapi tetap saja, wanita tak pernah mengerti bagaimana seorang pria telah sakit dan patah. Mereka hanya bisa terus menuntut untuk dimengerti, sampai  lupa mereka seharusnya belajar mengerti orang lain

 

 
SUV milik Ananta sampai di lahan parkir Bandara, hujan mulai mereda, Ananta berlari menuju terminal tiga.Tak ada barang yang dia bawa. Hanya dompet, ponsel dan satu lembar tiket keberangkatan. Setelan Jas hitam kerjanya masih ia kenakan.

 

 
Tidak lupa dia menghubungi sekretarisnya untuk menghandle semua pekerjaan di kantornya. Tak ada kata terlambat bagi Ananta, setengah jam sebelum pesawat lepas landas, dia telah duduk manis di tempat duduknya, Kabin Business Class. Via whatsapp, Ananta menghubungi Inneke bahwa dirinya telah berada di atas pesawat. Tak perlu menunggu lama. Inneke telah sampai di kursinya. Menyapa Ananta mencium pipi kanan dan kiri. Hal yang wajar dilakukan seorang wanita ketika bertemu Ananta. Pria yang macho dan tampan, tak ada wanita yang tak menyukai dirinya. Ananta adalah manifesto pria sempurna dimata para wanita.

 

 
“Kamu ke Belanda ada urusan apa??” Tanya Inneke.

 

“Urusan Bisnis.”

 

"Oh gitu... Oke, Aku kesana dulu ya. Entar kita ngobrol lagi," Inneke pergi dengan senyum malu yang menggoda. Ananta tidak membalas senyum Inneke. Dia memang begitu, cuek dan tenang. Tatapannya teduh dan meneduhkan.

 

 
Empat belas jam perjalanan yang akan ditempuh Ananta. Bukan waktu yang lama baginya asal Champagne tersedia selama perjalanan. Ananta membunuh waktu dengan menonton film. Lambu kabin di padamkan. Ananta masih terjaga, penumpang lain mulai bersiap tidur. Seorang pramugari terlihat mendatangi Ananta. Wajah Inneke terlihat oleh cahaya ponsel Ananta. Mereka berdua tersenyum. Mereka berbincang. Inneke duduk di depan Ananta. Masih dalam satu tempat dengannya. Perbincangan mereka berlangsung sampai satu jam sebelum peswat mendarat. Inneke akan kembali bertugas, seperti pramugari lain. Ananta memelankan suara sebelum Inneke bangkit berdiri.

 

 
"Hotelmu masih yang dulu kan?" Tanya Ananta. Inneke menatap Ananta singkat, tersenyum manis, mengangguk pelan lalu berlalu meninggalkannya.

 

 
 
Pesawat mendarat sempurna.  Hotel tempat Inneke menginap tak terlalu jauh dari bandara. Aku ingin meminta maaf. Aku tidak bisa melanjutkan cerita ini. Waktu menungguku. Dia sangat baik hati.
Tags

About The Author

Zahid Paningrome 37
Ordinary

Zahid Paningrome

Creative Writer

Comments

You need to be logged in to be able to post a comment. Click here to login
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel