Resensi Ada Apa Dengan Cinta 2: Memuaskan Dengan 'Catatan

8 May 2016 23:16 4555 Hits 1 Comments
Ada Apa Dengan Cinta 2, film sekuel tanpa koma. 

14 tahun lalu umur saya masih 14 tahun kelas 3 SMA dan jadi satu dari 2,7 juta penontonnya film AADC1. Nontonnya dengan teman-teman sekelas. Jadi ini film wajib saya tonton. Nilai sentimentilnya itu lho hahaha :D 

Demam AADC1 melanda seisi sekolah. Ya sama kali dengan kamu ya. Pake kaos kaki putih panjang sampai dekat lutut. Bikin buku diary geng. Ikutan mading. Membaca buku Aku. Rambut panjang terurai. Lalu ngomong 'salah gue-salah temen-temen gue' ala Cinta dkk :D 

Lalu bagaimana kelanjutan kisah asmara Cinta dan Rangga di tahun 2015? 

Saya penasaran bagaimana sutradara AADC2, Riri Riza, membawa kisah ini ke tahun yang kita tahu segala macamnya sudah berubah. Tahun di mana bisnis aplikasi merajalela, era di mana Instagram dan hal-hal yang hits di dalamnya menciptakan 'generasi menunduk'. Zaman di kala kamera DSLR menjadi bagian dari keseharian muda-mudi Indonesia dan minum kopi pun ada filosofinya. 

 

PLOT

Bagi generasi AADC1 yang sudah menikah, terwakili statusnya oleh Milly dan Maura. Untuk mereka yang gagal dalam pernikahan disuarakan oleh Karmen. Lalu untuk kamu yang masih dikejar deadline 'jadi-istri', karena tokoh sentral dalam film ini, Cinta, mengalami hubungan yang komplikasi. Cukuplah kamu bisa berkaca padanya. Hahaha. Oh satu nama belum saya sebut di sini, Alya ke mana? Tak akan saya ceritakan. Ketiadaan tokoh ini dalam film AADC2 saya apresiasi. Tak ada wujud yang sanggup mengganti kedudukan Laudya Cheryl. 

 
Resensi Ada Apa Dengan Cinta 2: Film Nostalgia yang Memuaskan
 

Pada dasarnya plot film AADC2 menyerupai filmnya yang pertama. Sedikit geser tempat dan rombak cerita di beberapa bagian. Namun roh film masih serupa dengan AADC1. Saya masih tertawa mendengar kelakar Mamet dan Milly. Saya juga mendapati diri masih tersipu-sipu dan perut yang menggelitik menyaksikan kelakuan Cinta yang mau tapi malu saat bersama Rangga. 

Dalam rentang waktu 14 tahun, perasaan saya menonton film ini masih sama. Padahal dulu saya anak 14 tahun dan sekarang saya berumur kepala tiga. Entah saya yang masih polos ala anak SMA atau otak saya begini-begini saja sebab film AADC2 rupanya masih membuat saya senang.  Saya menikmatinya, larut dalam filmnya. Terasa seperti terbang ke tahun 2002. AADC2 tumbuh bersama penontonnya. 

Jika di film AADC1 masih berakhir dengan koma, film AADC2 tamat dengan titik. Di dalam titik tersebut, apa Cinta dan Rangga menyatu dalam kasih? Wah kamu tonton dong di bioskop. Film bagus begini masa nunggu tayang di televisi nasional. 

 

KARAKTER

Dian Sastro sebagai Cinta masih menancapkan kuasanya sebagai wanita pujaan: cantik, pintar, dan artsy. Bahkan benda yang ia kenakan bagaikan mie rebus di kala hujan, serasi! Karakternya yang gengsian dan wajahnya yang kerap kali bersemu malu-malu itu masih ada. Lebih kalem sih dibanding Cinta tahun 2002. Cinta yang dulu dan Cinta versi baru masih sama.

Nicholas Saputra memerankan Rangga. Juga tiada yang berubah darinya. Ia masih dingin tapi perhatian, sinis dan menyebalkan. Mata setajam elang itu menusuk-nusuk memori saya yang kesengsem Nicholas Saputra waktu nonton AADC1 dulu hahaha :D sial! 

Karakter di AADC2 hampir seluruhnya masih sama. Kehidupan yang mereka lalui selama 14 tahun pasti ada yang berubah. Melihat Milly, Maura, Karmen dan Cinta bersama dan nampak tak ada yang berubah selain wajah-wajah agak menua, ya wajar saja. Kamu suka merasa tidak sih, kalau sedang berkumpul dengan teman-teman SMA, kelakuan kamu kembali seperti yang dahulu? Saya sih iya.

Di beberapa review saya baca tentang Karmen yang ke-Alya-an. Maksudnya bijak, (sedikit) sabar, dan solutif. Saya sih gak masalah ya. Kalau kamu menikah terus suami kamu selingkuh lalu kamu lari ke dunia yang gak benar dan kembali ke jalan yang lurus, apa itu tidak mengubahmu jadi manusia yang lebih bijak? Karmen kelihatannya sih belajar dari peristiwa hidupnya. 

Dan duh Ardinia Wirasti kok tambah keren aja ya. Dia tuh flawless banget, sama dengan Dian Sastro. Kalau Dian itu bunga lili yang cantik dan artsy, Ardina itu pohon cantigi yang tegar dan elegan. Halah :D

 

 

SUTRADARA dan NASKAH

Film AADC2 agak mirip dengan film Tiga Hari Untuk Selamanya. Sayang ketika film Tiga Hari Untuk Selamanya (2007) muncul, demam traveling dan foto-foto ala hipster belum merebak. Budaya bermedia sosial juga belum ada. Padahal pemandangan dan tempat-tempat yang dikunjungi sama instagramable-nya dengan AADC2 dan bakal banyak share deh kalau poster filmnya dibuat sekarang. Coba dibikin lagi lah Lima Hari Untuk Berikutnya, misalnya :D Bikin lah film berlatar daerah yang butuh sokongan ekonomi dari dunia wisata. Karena media film nampaknya memberikan efek ekonomi yang bagus untuk sebuah tempat. Laskar Pelangi dengan Belitung, 5 cm dengan Semeru, lalu sekarang AADC2 dengan Yogyakarta.  

Berbeda sutradara dengan AADC1, tak ada keluhan untuk AADC2 selain iklan-iklan yang numpang lewat. Jika di tahun 2002 film AADC1 muncul sebagai pembuka sumbat kebuntuan film nasional, maka film AADC2 tak ada hal-hal yang -mengutip Cinta di AADC1- prinsipil. Film hiburan semata. 

Pelajaran yang bisa diambil dari film ini justru ditujukan untuk para penulis naskah film. Prisma Rusdi adalah penulis skenario terbaik negeri ini. Belajar lah darinya dan ciptakan naskah film yang sambung-menyambung, alami, dan masuk akal. Bukan naskah yang 'semuanya serba tiba-tiba' kayak hujan tiba-tiba, sakit tiba-tiba, cantik tiba-tiba, cinta tiba-tiba :D 

Film yang bagus adalah film yang mengandung detail-detail yang membuat saya mencarinya di Google usai menonton. Di film AADC2 saya pulang ke rumah dan mencari informasi tentang Gereja Ayam, merek pakaian yang Cinta kenakan, Vila tempat mereka menginap, Sate Klathak, hingga fim-filmnya Prisma Rusdi, termasuk tentang Aan Mansyur.

Anyway kamu harus banget nonton pagelaran Papermoon Puppet. Saya termasuk beruntung pernah nonton Secangkir Kopi Dari Playa itu meski dalam format VCD/DVD beberapa tahun lalu. Dan ini teater boneka yang indaaaaah sekali! Mereka pernah tampil di Bandung, memainkan drama berjudul Mwathirika di IFI. Setahu saya mereka gak tampil reguler. Menclok-menclok gitu tampilnya, gak hanya di Jogja tapi juga di kota-kota lain di Indonesia dan dunia. Follow deh akunnya di Instagram ini. 

 
Resensi Ada Apa Dengan Cinta 2: Film Nostalgia yang Memuaskan
 

Saya senang Mira Lesmana dan Riri Riza menampilkan Papermoon Puppet di film AADC2. Benang merah film yang pertama dengan yang kedua ini terjalin sangat erat, bukan hanya kisah dan kelakuan Cinta-Rangga saja tapi nilai-nilai idealisme yang terwakili Secangkir Kopi Dari Playa ini. Meski masih nyambung juga sih ke hubungan Cinta-Rangga, tapi kisah tragis orang-orang di tahun 1960an yang dicap komunis itu perlu exposure lebih banyak. Baik itu bapaknya Rangga dan kedua tokoh di pertunjukan boneka ini.

Ups, saya harus ralat kalimat bahwa film ini tentang hiburan semata atuh ya. Karena hal-hal yang masih prinsipil itu ada rupanya. Heuheuheu. 

Terlepas dari banyak iklan yang nongol di filmnya, saya sangat terpuaskan. Film bagus! Agak subjektif sih saya sebut bagus karena saya generasi AADC1 hahaha :D Dari sananya sudah suka. Memang ramuan film AADC2 ini tinggal nyontek film pertamanya sih, kelihatannya Mira Lesmana bermain aman. Tapi saya gak keberatan. Meski film ini ringan dicerna, tapi bobotnya masih bagus. 

Dan Yogyakarta yang jadi latar cerita filmnya menurut saya tidak salah. Sangat permai dan menawan. Saya ingin segera berangkat ke Jogja sepanjang nonton film AADC2. Begitu filmnya selesai, keinginan itu bertemu realitasnya. Hahaha :D 

 

SOUNDTRACK

Tidak ada keluhan. Waktu nonton Melly Goeslawnya saja, tanpa film AADC2, memang mengerikan. Tapi kekhawatiran saya tentang Melly dan soundtrack yang ia buat untuk AADC2 ternyata gak perlu. Soundtrack oke semua! Menyaksikan dan mendengar lagu-lagu ciptaan Melly di film AADC2 masih serasi. Chemistry lagu masih sama dengan AADC1. 

Kemunculan Marzuki si Hip Hop Diningrat juga oke banget! "ora minggir tabrak! ora minggi tabrak!" hahaha. Jogja  gila emang marzuki ini. Sebenarnya saya berharap Frau dan Gigih Mahardika sih sebagai yang Jogja-banget. Juga Sheila On 7. Ah ya tapi sudah cukup kok soundtracknya. Hihihi. 

 

PUISI

Bagus! Gak ada yang salah dengan puisi-puisi karya Aan Mansyur. Saya suka. Tiap kata mewakili perasaan Rangga dan perasaan saya terhadap cerita di filmnya. Puisinya agak urban sih, semacam 'kekota-kotaan'. Tapi kan itu yang memang terlihat dalam filmnya. Cinta gadis metropolitan yang cinta seni. Rangga yang terpengaruh kekotaan New York. 

Wajar kalau lebih suka puisi-puisi di AADC1. Yang pertama memang selalu lebih berbekas dan terbaik kok. Gak adil kalau harus bandingin puisi-puisi Aan Mansyur dengan Rako Prijanto dan Chairil Anwar. Apalagi Syumandjadja. Karena gak ada yang bisa mengalahkan perasaan sentimentil kita terhadap puisi-puisi di AADC1. Itu saja sih. Bukan puisinya Aan Mansyur yang garing, kitanya yang berubah. Filmnya yang menyesuaikan irama dengan pertumbuhan karakternya. Menurut saya sih begitu. 

Tunggu apa lagi. Jangan nunggu filmnya nongol di televisi nasional lah. Pergi sekarang ke bioskop, beli tiketnya. Alasan saja film Indonesia butut, lah ini sudah ada film yang bagus masih ngeles juga hayooo :D Lagian review sadis ala Rolling Stones itu gak usah terlalu dipikirkan lah.  Hehehe. Filmnya memuaskan kok, dengan 'catatan' yang beralasan. 

 

 

Sumber foto : 

Foto cover : http://aribowo.net/7-fakta-film-ada-apa-dengan-cinta-2/

Foto Cinta dan Gengnya : http://kawankumagz.com/Feature/News/4-Bocoran-Film-Ada-Apa-Dengan-Cinta-2

Foto Papermoon Puppet : https://www.instagram.com/papermoonpuppet/

About The Author

Nurul Ulu Wachdiyyah 20
Novice

Nurul Ulu Wachdiyyah

In relationship with food, i travel to grow, and watch movies in between.

Comments

You need to be logged in to be able to post a comment. Click here to login
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel