Si Meong (7)

19 Dec 2015 09:42 5171 Hits 0 Comments
Catatan Absud Si "Doni" Meong Bagian Ketujuh

Angga menyambutku di parkiran dengan wajah cerah. Ku keluarkan poselku, astaga, ada 12 panggilan tak terjawab dan satu pesan dari Mama.

Pulang sekolah jangan ke mana mana, dodi sama dedi jemput

Ku intip seberang jalan dari balik pagar sekolah, benar saja, Si Merah sudah menunggu.

“Gawat, Ga!”

“Hah?” Angga sudah memasang helm dan menaiki motornya.

“Si Kembar jemput gue”

“Hah?”

“Budek lu! Deded sama Dodod di luar jemput gue!” Sahutku setengah berteriak.

“Lah? Kan lu bawa motor…?”

“Lu kan tau kalo gue gak diijinin nyokap bawa motor lagi”

“Astajim, sampe sekarang masih??”

“Aduh jadinya gimana ni?”

“E… Don… Tuh, dodod”

Aku menoleh, Dedi.

“Ah di sini lu ternyata ditungguin di luar kagak nongol-nongol, siniin kunci si biru, lu ikut dodod”

“Aduh ded… kan gue bisa pulang sendiri…”

“Aduh juga don… kan gue disuruh mama…”

“Aduh ded… plis… gue bukan anak kecil lagi…” Rengekku persis seperti anak kecil.

“Aduh juga don…” sahut Dedi sambil garuk-garuk kepala.

Terdengar klakson Si Merah dari kejauhan.

“Don…” Dedi menunjuk ke arahku dengan wajah serius, “Kalo mama pulang ntar sore lu kagak di rumah, lu liat aja…”

“OK ded, ailopyu” Kataku sambil tersenyum riang.

*****

Kami disambut dengan tulisan “Dilarang pakai baju seragam” di pintu masuk, namun Angga tetap membuka pintunya kemudian masuk ke dalam. Akupun mengikutinya.

Mungkin di Indonesia tulisan-tulisan seperti itu tidak artinya, atau jangan-jangan kami buta huruf.

Sepi, banyak meja yang kosong.

“Dek, dilepas dulu bajunya” Kata penjaga kasir sewaktu kami memesan tempat.

“Beres mbak” sahut Angga lalu melepas baju seragamnya dan memasukkannya ke dalam tas. Angga memakai baju kaos di balik seragamnya sementara aku tidak. Sial.

Ku colek-colek Angga.

“Hmmm… ga usah dilepas jaket lu, full AC juga kok”

Sial.

*****

“Bola berapa?” Tanya marka di meja kami. Ku lihat wajahnya masih muda, mungkin seumuran kami.

Angga menoleh kepadaku. Ku angkat bahuku menyerahkan keputusan kepadanya sambil sibuk mengolesi stik dengan chalk.

“Sembilan” sahut Angga lalu dengan cekatan marka itu menyusun bola.

“Silahkan…”

“Mbak siapa namanya? Baru liat soalnya, hehe”

“Jangan panggil mbak donk, saya Nadia, baru seminggu di sini”

Aku mengambil start duluan. Kubiarkan Angga tukeran pin BB dan ngobrol dengan “kenalan baru”nya. Aku dan Angga mulai bermain bilyard sejak kelas 3 SMP, awalnya coba-coba hingga menjadi kegiatan rutin kami.

Skor aku dengan dia? Sekitar 6:4 dalam 10 pertandingan untuk kemenanganku. Namun, pada akhirnya permainan ini bukan mencari siapa yang kalah dan menang, selain mengasah keterampilan dan perhitungan ala fisika, hal terpenting yang aku dapatkan adalah sarana olahraga refreshing.

Game pertama dimenangkan Angga, dia lebih sering tertawa melihat caraku menyodok, cue-ball yang melompat ke luar meja, dan bidikanku yang sering meleset.

Seiring waktu, tiba-tiba ruangan itu telah menyatu dengan diriku, suara musik yang menghentak, bunyi bola dan stik yang beradu, gelak tawa pengunjung dari meja lain, dan…err…tangan dan tatapan genit Angga ke Nadia.

Kami benar-benar menikmatinya, game kedua dan seterusnya selalu ku menangkan. Pemeran utama kan biasanya gitu, awal-awalnya harus ngalah dulu.

Dua jam berlalu begitu saja tanpa kami sadari.

*****

Aku memasuki rumah dengan mengendap-endap, sepi. Aku bergegas menuju kamarku, melepas seragam, mengambil handuk, lalu ke kamar mandi.

Ada orang di dalam, mungkin Dina. Ku amati jam dinding, 16.15, seharusnya mama datang satu jam lagi, yang pasti Dina baru pulang dan kemungkinan baru saja mandi, dan itu berarti kelarnya masih lamaaaaaaaa.

Ku gedor-gedor pintu kamar mandi.

“Siapa…….?!” Sahut Dina dari dalam. Tuh, kan.

“Buruan kak……!”

“Berisik, baru juga masuk!”

Aku mengerang perlahan, lalu kembali ke kamarku.

Ada pesan masuk dari nomor baru.

Help me!!

Eh?

Bersambung.

Si Meong (7)

What’s next?

C U on Si Meong (8)

 

Cerita Sebelumnya ⇒

Si Meong (1)

Si Meong (2)

Si Meong (3)

Si Meong (4)

Si Meong (5)

Si Meong (6)

About The Author

Tuhuk Ma'arit 52
Expert

Tuhuk Ma'arit

Bodoh, miskin, dan pemalas. Lahir di Kotabaru (Kalimantan Selatan) pada tanggal 30 Januari 1988. Menulis adalah hal yang biasa bagi saya, saya sudah melakukannya sejak Sekolah Dasar. Saya sudah terbiasa menyalin contekan PR, dihukum menulis di papan tulis, menulis absen dari jarak jauh ketika bolos (mungkin bisa disebut mengisi absen secara online), menulis cerpe'an sebelum ulangan, dan menulis surat cinta di tahun 90-an. Tetapi, menulis ide orisinil adalah hal baru yang akan saya kembangkan. Semoga, amin. Sekarang saya bekerja tetap sebagai pengangguran. Hobi saya yang bercita-cita memberi pekerjaan kepada sejuta rakyat Indonesia adalah bermalas-malasan. Jika istri saya tidak mengetahui akun ini, berarti status saya adalah masih single dan available. Eh?
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel