WINTER IN EGYPT.... Part 3

31 Jul 2015 18:56 6488 Hits 122 Comments Approved by Plimbi

Teori kemungkinan yang dihitung Lintang sudah terbuka. Harapan dan impian tentang happy ending seperti di kisah film holywood lewat dunia maya, seakan sudah hendak diraihnya. Benarkah semua berjalan semulus itu? Akankah Lintang terhipnotis dengan janji dunia CHATTING? Ikuti dulu part 3… 

WINTER IN EGYPT


Bagi yang belum membaca bagian sebelumnya, silakan cek link berikut 
Winter in Egypt Part I 
Winter in Egypt  Part II



BAB  III

 

            Sapaan hangat dariku maupun Edward, tak lagi berada di chat room, namun sudah berpindah ke hand phone melalui whatsapp, line, sms, skype, ataupun telepon atau semua piranti komunikasi. Semua mengalir natural, tanpa harus ada drama. Tiada hari tanpa terhubung, meskipun just say hello. Jarak yang sangat jauh, tak meyurutkan kami berdua untuk semakin saling mengenal. Jaman sekarang, rasa, emosi, jiwa, dan lain sebagainya, bisa diatur oleh alat komunikasi. Aku sudah tak tahu lagi bagaimana kabar terong-terongan dan cabe-cabean di dunia maya. Entah berapa cabe yang sudah hamil atau orgasme oleh terong-terongan. Bisa jadi mereka bocah-bocah labil itu menjadi ketagihan dengan yang namanya sex gratis di net. Juga entah sudah berpa banyak wanita-wanita yang tertipu transfer uang, dengan jaminan “I love You.” Sebisa mungkin aku tidak termasuk didalamnya. Karena aku tidak mau merugi.

Saling mengerti dan memahami kesibukan masing-masing, menjadi sangat penting. Tak perlu merengek atau marah karena terlambat membalas message. Kesepakatan untuk bersama menjaga rasa kepercayaan karena hubungan jarak jauh, mengalir begitu saja. “Im sorry, I will pretty busy today. Have non stop meeting of the project.” Edward mengirim message malam itu.  “I’ll let you know when I get home.” Sambungnya lagi. “ have a good rest, and let me know when you wake up.” Masih sambungan message. “Good night, Lintang.. sweet dream.” Kemudian dia mengirim icon peluk. Aku tersenyum dalam dan menarik nafas seneng banget.

“Have a great day, Edward. Hope your meeting going well.” Jawabku. “I will rest soon.”  Aku juga mengirim icon peluk kepada Edward.

Cerita tentang Edward selalu menyisakan kisah bahagia sekaligus haru disetiap pertemuanku dengan WOi dan Ajeng. WOi terutama, selalu memberi nasehat bijak semenjak aku dan Edward memasuki bulan ke 3 chatting. Mungkin karena dia laki-laki tulen, jadi bisa menyeimbangkan bagaimana pikiran dan hatiku harus bersikap. WOi begitu tenang dan santai saat berkenalan dan berbincang dengan Edward di skype. Sedangkan Ajeng lebih panik dan blingsatan saat melihat wajah Edward  di skype. “Haduuhh… kalau gue sudah nggak bangun dari kasur, Lintang… “ Komentar Ajeng begitu selesai skype dengan Edward didepanku. “Maunya skype trus hamil.. setiap hari.” Ajeng masih menyambung komentarnya. “Kejadian dechh.. cerita roman film holywood.” Kembali Ajeng berkomentar.

            Waktu terus bergeser. Tiada hari tanpa memikirkan Edward. Aku meyakini hal yang sama juga terjadi pada Edward. Apapun bentuk hubunganku dengan Edward, aku sangat bahagia. Tapi, WOi selalu menjaga hatiku untuk tidak terbang terlalu tinggi. WOi tidak salah, karena aku dan Edward berjarak tempat sangat jauh, sekaligus belum tahu pertemanan ini akan berakhir dimana. Edward belum atau bahkan tak ingin menyatakan cintanya kepadaku. Aku tidak tahu. Mungkin sifat wanita selalu butuh pengakuan. Walau kadang pengakuan itu hanya menjadi bumbu penyedap sekaligus gombal sebagian banyak laki-laki. Sekali lagi, Aku mencoba untuk tak menunggu ungkapan cinta dari Edward. Aku biarkan semua mengalir, seperti udara. Kalau seperti air, bisa mampet saat kemarau. Perhatian Edward sudah mewakili sekedar ucapan cinta. WOi, benar. Tak ada yang harus dipermasalahkan.

Suatu hari, Edward mengirimiku hadiah yang tak terduga dari Nevada. Aku terduduk lemas di kursi teras depan rumah, menerima paket dengan nama pengirim, Edward Peterson. Rasa tumpah ruah bergumul jadi satu sore itu. Bahkan kertas bungkus yang tertera nama dan alamatnya, aku simpan. Tak ingin aku membuangnya. Aku ciumi hadiah dari Edward dengan rasa yang dalam dan teramat luar biasa saat itu.

Langkah berikutnya, sebelum aku kecewa dengan urusan bebet, bobot, dan karebet, serta bubut.  Aku memberanikan diri bercerita tentang mamaku yang single parent, di skype malam itu. Raut muka Edward terlihat sangat santai. Mendengarkan dengan seksama kisahku, lalu menjawab dengan mimik gantengnya, “Its not a big problem. Its normal.” Aku bingung dengan jawaban Edward yang santai.

            “Really?!” Tanyaku tidak percaya. “Yes.” Jawab Edward tegas. Akupun tersenyum senang sekaligus lega dengan jawaban Edward. Tiba-tiba Edward menatapku dari camera skype dengan pandangan lembut. Kami berdua sama-sama terdiam beberapa detik. Pelan dan dalam, Edward berkata, “I miss you, Lintang..” Aku tak mampu dan tak kuasa untuk menjawab. Aku menatap matanya, ada rindu yang teramat dalam. Buliran bening jatuh membasahi pipiku. Rasa yang teramat dalam ini mampu menembus bentangan dua benua nan jauh. “Don’t be sad… don’t crying, please..” Pelan Edward berkata, seolah berbisik ditelingaku. “We will see in real, soon. Trust me.” Kembali Edward membesarkan hatiku. “Im here for you. You must be tired. We will talk again, tomorrow.” Kata Edward. Aku hanya mampu mengangguk. “Good night sweetheart..” Edward menutup percakapan. “Good night, Edward.” Jawabku dengan rasa bahagia. “Have a sweet dream.” Kata Edward diiring senyum manis, dan skype pun mati.

            Aku tertunduk diam diatas tempat tidur. Enam bulan sudah perjalananku dengan Edward berlangsung. Esok hari akan memasuki tujuh bulan. Energiku seolah sudah habis untuk Edward. Mungkin ini terlalu berlebih, tapi sekali lagi, aku tak mampu untuk tidak memikirkannya. Tiba-tiba hp ku bergetar, Edward menelponku. “Lintang, I just want a say, I love you.” Edward menyatakan dengan lembut setalah enam bulan kami berdua bertemu, dan masih di antara dunia maya dan nyata.

Aku terdiam beberapa saat, lidahku seperti kelu. Edward tahu aku menahan tangis ditengah keharuan. “I love you too, Edward.” Aku menjawab kalimat Edward dengan segenap cinta didalamnya. Malam itu, aku tak mampu lagi memejamkan mata. Semua rasa berbaur antara senang dan sedih karena jarak. Aku menemukan dan menjalani cintaku dengan Edward yang jauh. Aku duduk mendekap bantal, membayangkan pertemuan dengan Edward suatu saat, entah kapan.

Tak sadar, tiba-tiba mama sudah duduk disebelahku dan membuyarkan lamunanku. Mama tersenyum penuh pengertian sambil mengelus rambutku. “Bertemu nyata itu tetap akan beda.” Kata mama dengan tatapan serius. Aku menengok kearah mama dan menatapnya. “Harus mulai dipikir untuk dating.“ Sambung mama lagi. “Jika yakin itu cintamu, jangan takut dengan segala resiko dan komitmen.” Mama menambahkan. Aku mulai menangkap maksud mama. Aku  memeluk mama erat. Malam itu pun aku tidur dengan hangat dipelukan mama tercinta.

*****

            WOi tak banyak komentar saat menerima kabar dariku tentang sebuah pengakuan sekaligus penguatan yang terkait dengan kalimat cinta. Berbeda dengan Ajeng seperti orang kesurupan. Tapi, begitu aku bercerita tentang usulan mamaku, sontak raut wajah WOi, berubah tersenyum lega. “Itu yang aku pikirkan!” Kata WOi menanggapi usulan mamaku. Sementara Ajeng semakin heboh  kesurupannya, sekaligus berkaca-kaca matanya. Aku mengerti rasa yang dipikirkan sahabatku satu ini. “Aku nggak tahan membayangkan pertemuanmu dengan Edward, nanti.” Kata Ajeng, sambil mengusap matanya yang semakin basah.

            Gejolak rasa ini kian bergemuruh setiap hari, menjalani tujuh bulan perjalananku dengan Edward. Kalau orang hamil, sedang matang-matang nya bayi dalam kandungan. Walaupun aku sendiri belum pernah hamil. Kebersamaan yang hangat dengan Edward, membuat kami berdua tak pernah merasa jauh. Saat rasa rindu meledak ingin bertemu, aku dan Edward hanya akan saling memandang lama lewat skype. Aku maupun Edward sudah saling tahu tentang topik dan diskusi yang menarik. Salah satunya, keunikan masyarakat dan budaya negara-negara tertentu, selalu menjadi pembicaraan hangat bagi kami berdua. Malam itu, Edward menanyakan sesuatu lewat skype,

            “What country you have interest for visit?” Tanya Edward malam itu.

Aku yang punya kesamaan menyukai keunikan calture, “Egypt” Jawabku pendek. “Are you sure?” Tanya Edward lagi. “Yes.” Jawabku kembali pendek.

 Edward lalu tertawa. “I want come to Egypt too. Pyramid make me corious about Egypt’s history long time ago.” Edward menjelaskan.

 “I want to know about Firaun King history.” Aku menambahkan. “Have a high moslem culture in Egypt.” Sambungku.

            “Can we meet at there, in Egypt?” Tanya Edward.

Aku bingung menjawab pertanyaan Edward. Aku tidak mau melambung terlalu tinggi. Tapi aku ingat dengan usulan mama. Sedangkan Egypt juga terletak ditengah, antara aku dan Edward. Sama-sama enak untuk tempat tujuan bertemu. Aku harus tetap cool dan tidak melonjak, “Sure, I think so.” Jawabku, dengan hati tak karuan. 

“We will see each other soon, Lintang.” Edward memastikan, sebelum pamit untuk mengakhiri obrolan. “How about on October?” Aku diam dengan hati berbunga sekaligus ragu tentang kebenarannya. Bulan Oktober berarti dua bulan lagi. “Yes, sure.” Jawabku lugas. Aku melompat-lompat diatas kasur, guling-guling, kemudian mondar-mandir seperti ayam mau bertelor, begitu selesai skype dengan Edward.

 

Apakah yang terjadi di part 4....??? Yuk baca bagian keempatnya, Winter in Egypt Part 4

*****

About The Author

ugi agustono 36
Ordinary

ugi agustono

TENTANG PENULIS Nama : Ugi Agustono Lahir : Blitar, 29 Oktober 1967 Pengalaman : - Penulisan Naskah untuk Program Pendidikan SD, SMP & SMA - Penulisan Naskah untuk Sosialisasi Mahkamah Konstitusi - Penulis Novel ANAKLUH BERWAJAH BUMI yang diterbitkan oleh Gramedia – Kompas (2009) - Aktif di lembaga Internasional (2008 - sekarang) - Script writer movie (2010) - Script Writer and research documentary (2008 – sekarang) - Lane producer ANAKLUH movie (2010) - Guest Lecture (2010 – sekarang) - Novel Tenun Biru (2012) - Novel Konservasi Cendrawasih “Zeth Wonggor” untuk Unesco (2013) - Novel Lukisan Tanpa Bingkai (2014) - Novel Nataga The Little Dragon (2015) - Writer and Lane producer (sampai sekarang) Pengalaman lain : - Berkeliling pedalaman Indonesia dari pulau-ke pulau, mengajar anak-anak pedalaman. - Mempunyai sekolah bahasa inggris gratis untuk anak-anak dengan ekonomi tidak mampu.
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel